Wednesday, August 14, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - Introduction

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari bagian Pre-Introduction, dan mengacu pada bagian Introduction, hal 1 - 17.

Pertama-tama, yang dimaksud intelijen dari ‘intelligent investor’ disini apa ya? Apa harus punya IQ super tinggi macam anak-anak jenius juara Olimpiade Fisika asuhan Prof. Yohanes Surya? Atau harus punya gelar Doktor dulu di bidang matematika, akuntansi, ekonomi, business-management, aktuaria, maupun finance? Atau harus jadi pengusaha papan atas selevel Bob Sadino atau James Riady dulu untuk otomatis intelijen sebagai investor?

Bukan, bukan, bukan!!

Saya pernah diskusi hal ini bersama rekan Iyan. Kami berdua sepakat bahwa jika anda sudah bisa menguasai hitung-hitungan sederhana tingkat SD (tambah, kurang, kali, bagi, dan selevelnya) saja, level kepandaian anda sebenarnya sudah sangat cukup untuk bermain saham. Selebihnya ya adalah masalah karakter. Hal-hal seperti sabar, disiplin, pengendalian diri, kerendahan hati untuk mengaku salah dan kalah, kemauan keras untuk terus belajar, sampai akal sehat.

Apa para rekan tahu bahwa Dahlan Iskan, pengusaha nasional dan pejabat papan atas di negeri tercinta kita ini, juga pernah kalah besar dalam main saham sampai-sampai beliau kapok dan tidak mau main saham lagi sekarang?

Apa para rekan tahu bahwa Isaac Newton, salah satu fisikawan terbesar dalam sejarah umat manusia, pernah merugi bermilyar-milyar ketika saham South Sea yang beliau pegang ambruk nilainya sampai-sampai Newton akan mengamuk jika ada yang berani-berani menyebut South Sea setelahnya?

Apa para rekan tahu bahwa pada tahun 1990-an, dua peraih Nobel ekonomi Merton dan Scholes pernah memimpin satu regu pasukan elite jenius lulusan universitas terbaik dunia seperti MIT, Harvard, Caltech, dsb dalam perusahaan investasi baru Long-Term Capital Management? Awalnya para jenius ini berhasil mencetak hasil yang luar biasa, namun hal itu tidak bertahan lama. Ketika krisis finansial 1998 datang, Long-Term merugi habis-habisan sampai-sampai Merton dan Scholes beserta anak-anak jenius bawahannya disumpahi banyak orang karena teori ekonomi mereka sama sekali tidak berkutik menghadapi ujian di dunia nyata!

Satu hal penting lainnya yang ingin Graham tekankan disini adalah market (pasar) memang rada susah diprediksi. Ada banyak contoh dari bursa saham Amerika di bagian ini yang layak dibaca, tetapi saya rasa akan lebih baik lagi jika kita renungkan beberapa contoh yang lebih dekat dengan dunia investasi Indonesia.
IDX (Indonesian Stock Exchange) - Bursa Efek Indonesia

Apa para rekan bisa memprediksi kalau tahun 1998 kita akan mengalami salah satu krismon terbesar dalam sejarah Indonesia? Saya pribadi samar-samar ingat ada pakar ekonomi yang dengan pongahnya berkoar-koar ‘potong leher saya kalau dolar tembus 5000 rupiah!’ Nyatanya nilai tukar rupiah anjlok sampai ke level 16000 rupiah per 1 dolar, dan saya tidak ingat ada pakar ekonomi yang kehilangan kepalanya secara sukarela. Malah saking hebatnya krismon Indonesia waktu itu, Pak Harto yang sudah 32 tahun memimpin bangsa ini sampai-sampai harus rela turun tahta dan berakhirlah era Orde Baru di Indonesia!
Saat-saat terakhir kepemimpinan Pak Harto


Atau bagaimana dengan krisis ekonomi 2008 yang juga terkait dengan subprime mortgage crisis di Amerika? Sepanjang tahun 2007, para pemain saham di Indonesia bisa dibilang semuanya berpesta pora dan menari-nari karena pasar saham kita terus mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Belum lagi harga batu bara yang terus melonjak di pasar dunia sehingga siapa pun merasa bisa langsung kaya jika memegang saham perusahaan batu bara, walaupun perusahaannya sendiri banyak yang tidak jelas fundamentalnya. 

Tiba-tiba saja pada tahun 2008, bursa saham kita anjlok sampai 50% lebih, dan banyak pemain saham yang langsung jatuh miskin karena kelewat yakin kalau harga saham akan terus naik dan naik dan tidak akan pernah turun. Ini juga diperparah dengan jatuhnya harga batu bara di pasar dunia. Ada saham yang dengan ekstrim turun sampai 80% - 90% lebih dari harga tertingginya, dan banyak sekali pemain saham yang depresi –malah konon ada yang sampai bunuh diri- karena tidak kuat menerima kenyataan bahwa semua keuntungan yang sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya lenyap dalam sekejap!

Nah, di buku Intelligent Investor, Graham dan Zwaig juga memberikan banyak contoh dari pasar saham Amerika. Sepanjang abad ke-20, pasar saham selalu naik turun tidak karuan. Terkadang karena alasan yang jelas, dan terkadang juga untuk alasan yang sama sekali tidak masuk akal.

Karena alasan itulah Graham berpendapat bahwa investor yang baik sebaiknya tidak membuang-buang waktu dengan mencari timing keluar-masuk pasar pada saat yang tepat. Lebih baik kita fokus saja dengan mengevaluasi langsung bagaimana pricing bisnis di belakang saham tersebut. Apakah kita akan selalu berhasil investasinya, Graham tidak memberikan jaminan. Namun Graham percaya jika kita memegang prinsip ini dengan teguh, kita akan menang dalam jangka panjang. Dan inilah yang mendasari pemikiran Graham akan Value Investing!

Tidak seperti buku investasi umum yang sampulnya selalu dipenuhi janji-janji gombal seperti ‘cepat kaya tanpa kerja’ atau ‘cuan 1 milyar dalam 1 bulan’, Graham malah dengan jujur mengakui tidak ada jalan yang mudah dan pasti untuk menjadi kaya dari pasar modal. Pada beberapa bab ke depan, Graham akan fokus kepada beberapa hal penting seperti:
  • Bagaimana meminimalkan peluang merugi yang berlebih-lebihan
  • Bagaimana memaksimalkan peluang investasi yang terus bertahan dalam jangka panjang
  • Bagaimana mengendalikan tingkah laku kita sebagai investor yang bisa jadi terus menyabot investasi kita baik secara langsung maupun tak langsung
Dengan kata lain, moral pada bagian introduksi ini sebenarnya sederhana saja. Satu-satunya pertempuran yang harus kita menangkan adalah pertempuran melawan diri kita sendiri.

Ulasan berikutnya adalah Bab I: Investment Versus Speculation, hal 18 – 46. Selamat membaca!

11 comments:

  1. Mantap, mantap, mantap. Ada Dahlan Iskan, ada Isaac Newton, ada LTCM, ada Soeharto.

    Lanjut, lanjut, lanjut.

    ReplyDelete
  2. Hehehehe.... makasih banyak atas pujiannya Bung Iyan. Saya baca2 dulu yang bab I ya, rada panjang nih ke depannya. :D

    ReplyDelete
  3. memang disiplin ama trading plan paling penting. kl uda hrs cutloss memang sebaiknya puasa enga masuk market dulu selama sebulan, drpd maksa masuk malah dibantai habis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju Bob, walaupun sebenarnya tergantung juga berapa kerugian yang siap ditanggung berdasarkan trading plan-nya. Untuk pemula memang sebaiknya mendinginkan kepala dulu jika sudah cut-loss yang relatif besar, karena biasanya ada semangat untuk 'balas dendam' sama pasar yang seringkali malah memperburuk keadaan. :P

      Delete
  4. Terima kasih Sobat.. sudah mau berbagi ilmunya, ulasannya sangat bermanfaat
    bagi newbie seperti saya ini.
    Bagi saya, dalam bisnis saham itu tidak ada long term atau short term karena ternyata setelah terjun didalamnya dia bersifat sangat dinamis. long term atau short term sangat tergantung pada kondisi market saat itu.

    ReplyDelete
  5. Yang masih saya bingung sebenarnya darimana kita bisa menghitung bahwa harga saham suatu perusahaan sedang dibawah atau diatas nilai layaknya ya pak willy?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nilai wajar suatu saham ada banyak pendekatannya, Pak Ahmad. Setahu saya, valuasi saham bisa dilakukan dengan pendekatan asset-based (aliran klasik) maupun earning-approach (aliran modern).

      Kalau Graham sendiri pendekatannya sangat kental di asset-based, ini juga teknik investasi Warren Buffet sebelum berkongsi dengan Charlie Munger.

      Delete
  6. Pak Willy, kapan blog ini di updated lagi ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya belum ada inspirasi baru bung Sonny. Sama banyak pekerjaan belakangan ini.

      Delete
  7. Kalau boleh minta pendapat Pak Willy secara spesifik.

    Apa perbedaan trading saham dan forex ?
    Spertinya blog ini lebih byk membahas trading saham, pembahasan forex sangat sedikit ( mungkin tidak ada )

    Tapi secara psikologi dan filosofi, mungkin banyak persamaan saham dan forex

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang diperdagangkan beda, Pak. Kalau saham itu kita memperdagangkan kepingan dari kepemilikan perusahaan (dulu kertas warkat betulan, sekarang hanya kode elektronik). Kalau forex itu kita memperdagangkan benar2 mata uang di pasar global, baik langsung (non dealing desk) maupun tak langsung (dealing desk).

      IMHO, yang enak dari forex adalah mudahnya cuan dari jual mahal beli murah (shorting), sedangkan kalau saham relatif sulit. Juga akses 24/5 untuk pasar forex global, sedangkan pasar modal hanya setengah hari saja bukanya.

      Delete