Tuesday, August 27, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - A Century of Stock-Market History

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 2, dan mengacu pada Bab 3: A Century of Stock-Market History, hal 65 - 87.

Bab ini mungkin terlihat rada aneh. Mengapa kita harus membaca ulasan pasar saham selama satu abad sebelumnya? Mengapa kita tidak langsung saja menganalisis pasar saham pada kondisi saat ini juga sekarang juga?

Jawabannya sederhana saja. Apa saja yang kita ketahui tentang pasar saham saat ini berasal dari data masa lampau! Apakah IHSG akan melonjak begitu harga komoditas dunia melonjak? Data masa lampau! Apakah IHSG akan jatuh kalau the Fed mengubah kebijakan Quantitative Easing? Data masa lampau! Apakah IHSG akan begini dan begitu jika yang ini atau yang itu terjadi? Data masa lampau!
Learn from the past. Live in the present. Believe in the future.
Source: Siamckye.blogspot.com
Siamckye.blogspot.com#sthash.Wg9KLmax.dpuf

Pada bab ini, Graham memberikan kupasan yang rinci akan sejarah pasar saham Amerika selama satu abad dari pertengahan abad ke-19 sampai tahun 1972. Saya tidak akan membahas dengan rinci apa yang Graham jabarkan pada bab ini, silakan para rekan baca sendiri. Tetapi saya ingin menekankan betapa pentingnya dinamika pasar yang terjadi dari tahun ke tahun dan apa kesimpulan penting yang diambil oleh Graham dan Zwaig. 

Perlahan-lahan Graham membeberkan siklus banteng dan beruang pada pasar saham Amerika dari tahun ke tahun dan bagaimana siklus ini memberikan petunjuk akan dinamika pasar saham pada tahun 1972. Belakangan Zwaig lebih jauh lagi memperluas ulasan Graham sampai pada pasar saham saat dotcom bubble and burst tahun 1999 dan 2000. Ternyata hasilnya tidak berbeda jauh. Ada saat-saatnya pasar saham di atas, dan ada juga saatnya pasar saham terhempas.

Satu hal penting yang Graham tekankan pada bab ini adalah agar jangan pernah sampai berhutang (atau dalam istilah populer sekarang, memakai margin) untuk berinvestasi, dan selalu ingat pentingnya diversifikasi (masih ingat himbauan Graham akan diversifikasi pada bab sebelumnya?) pada portofolio investasi para Intelligent Investor. Lebih eksplisit lagi, Graham menekankan agar cukup separuh portofolio saja yang mencakup saham. Selebihnya ya disebar pada wadah investasi lainnya (emas, properti, obligasi, dll).

Himbauan Graham ini mungkin mengagetkan sebagian para rekan. “Graham bagaimana sih? Bukannya buku Intelligent Investor fokus untuk main saham secara intelijen? Mengapa Graham malah seakan-akan ingin kita tidak benar-benar serius bermain saham? Sampai-sampai melarang-larang pakai margin segala??”

Begini, jangan lupa kalau Graham sudah mengalami sendiri pahitnya krismon besar The Great Depression pada 1929, dan beliau kehilangan –bisa dibilang- seluruh investasinya. Pukulan telak ini seterusnya berbekas pada cara berpikir Graham yang konservatif dan bagaimana caranya bertahan main saham dengan kerugian yang seminimal mungkin. Sepanjang buku Intelligent Investor, Graham akan terus-menerus menekankan betapa pentingnya bagi para investor untuk melindungi modal kita dalam bermain saham. 

Murid Graham yang terbaik, Warren Buffet merangkum pandangan Graham dalam 2 nasihat terkenal:

  1. never lose money,
  2. always remember rule 1!

Perhatikan bahwa Buffet tidak berkata ‘always make money’. 

Ingat juga apa yang Zwaig jabarkan sebagai salah satu ide terpenting investasi Graham: kita harus bersungguh-sungguh melindungi diri dari kerugian yang fatal. Diversifikasi adalah saran yang diberikan Graham pada buku Intelligent Investor, tetapi investor besar lainnya seperti Buffet dan O’Neil juga memiliki cara tersendiri untuk melindungi modal main saham. Saya mengingatkan para rekan untuk tidak terpaku pada pandangan Graham saja dan mencoba membandingkan beberapa gaya investasi yang berbeda sampai mendapatkan cara main saham yang sesuai dengan karakter pribadi masing-masing.

Sebagai penutup bab ini, Zwaig juga mengambil satu kesimpulan penting setelah membaca dinamika pasar saham dari tahun ke tahun selama satu abad lebih. Hanya ada satu hal yang pasti dari masa lampau, yaitu masa depan akan selalu memberi kejutan, selalu! Pasar tanpa ampun akan menghantam mereka yang kelewat percaya diri dalam memprediksi pasar, jadi jangan pernah mengambil risiko berlebihan dalam bermain saham karena kita tetap saja bisa salah.

Walaupun demikian, bagi seorang investor, harapan tidak akan pernah padam walaupun hanya secuil saja. Karena kalau tidak ada lagi harapan, untuk apa lagi kita berinvestasi? Tidak peduli sesuram apa pun situasi yang dialami seorang Intelligent Investor, kita selalu percaya akan ada sesuatu yang menanti kita di masa depan. Ini juga yang telah ditulis Zwaig pada bab sebelumnya, yaitu kita berharap mencetak hasil yang secukupnya, dan tidak berlebih-lebihan.

Pesan moral dari bab ini dirangkum dengan baik oleh Zwaig dengan mengutip percakapan antara G. K. Chesterton, seorang sastrawan Inggris, dengan seorang kritikus yang sinis. Sang kritikus menyindir dengan sinis, “Diberkatilah orang yang tidak berharap apa-apa, karena dia tidak akan pernah merasa kecewa.” Tanggapan Chesterton? “Justru sebaliknya, sobat. Diberkatilah orang yang tidak berharap apa-apa, karena dia akan bersyukur atas segala-galanya.”

3 comments:

  1. Thanks mas wawasannya. Ulasannya bagus.

    ReplyDelete
  2. Sama2, kawan Pelangi. Sukses juga main sahamnya. :)

    ReplyDelete
  3. Data dan sejarah masa lalu hanya bisa digunakan sebagai refferensi bukan untuk berspekulasi mengharap masa yang akan datang terjadi kejadian yang sama. Saham punya sifat yang sangat dinamis karena berhubungan langsung dengan emosional kelompok tertentu sebagai pelaku pasar.

    ReplyDelete