Tuesday, November 26, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - The Investor and Market Fluctuations



[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 7, dan mengacu pada Bab 8: The Investor and Market Fluctuations, hal 188 - 225.

Bab ini bersama bab 20 adalah bab yang paling penting dari buku Intelligent Investor, dan menjadi dasar utama filsafat Value Investing. Bahkan seandainya pun para rekan disini bukanlah seorang penganut Value Investor, pesan moral dari bab ini bisa jadi akan seterusnya mengubah cara berpikir para rekan sebagai seorang investor. 

Graham membuka bab ini dengan kembali membahas perbedaan antara spekulan dan investor. Ingat bahwa Graham sama sekali tidak melarang kita berspekulasi, yang beliau tekankan adalah jangan pernah menipu diri sendiri dengan menganggap diri sedang berinvestasi, padahal yang kita lakukan adalah spekulasi.

Jika para rekan ingin berspekulasi, lakukanlah dengan mengakui bahwa anda bisa saja kehilangan uang yang anda taruh. Oleh karena itu, selalu batasi risiko yang para rekan ambil, dan jangan pernah mencampuradukkan dana khusus untuk spekulasi dengan dana terpisah untuk investasi.

Menurut Graham, perbedaan yang paling mendasar antara spekulan dan investor terletak pada bagaimana mereka mengambil sikap terhadap dinamika harga pasar. Spekulan selalu berusaha mengantisipasi dan mengambil untung dari fluktuasi pasar. Investor, di sisi lain, selalu berusaha memperoleh dan menyimpan saham pada harga yang sepantasnya. Pergerakan pasar tetap penting bagi investor secara praktis, karena bisa saja pasar memberikan harga yang murah dimana investor dengan bijak dapat membeli, dan harga yang mahal dimana sebaiknya investor tidak membeli dan malah dengan bijak memutuskan untuk menjual.

Karena saham akan selalu berfluktuasi naik turun harganya, seorang investor yang intelijen tidak boleh menafikkan kemungkinan meraih keuntungan ketika harga berayun seperti pendulum. Disini Graham menjabarkan dua strategi utama yang mungkin, yaitu strategi timing dan strategi pricing.

Strategi timing berarti mengantisipasi aksi harga pasar. Beli dan simpan ketika ke depannya kita berharap harga akan naik. Jual dan jangan beli ketika ke depannya kita berharap harga akan turun. Strategi pricing, di sisi lain, melihatnya dari sisi yang berbeda. Beli ketika saham berada pada harga di bawah harga wajarnya. Jual ketika harga saham sudah berada di atas harga wajarnya. Keuntungan utama dari strategi pricing ini adalah kita tidak akan pernah membayar terlalu mahal untuk saham yang kita beli.

Graham sangat yakin bahwa investor yang kelewat menekankan pada strategi timing, dengan kata lain ‘nebak’ atau meramal masa depan, akan berakhir menjadi seorang spekulan belaka dan hanya akan membangun reputasi sebagai seorang spekulan. Ini berbeda dengan pandangan awam yang tidak biasa membedakan antara seorang investor dan spekulan, dan lebih-lebih lagi dewasa ini ketika broker dan analis saham kelewat menekankan market forecast untuk hari-hari ke depannya.

Disinilah Graham memberikan anekdot yang rada kocak agar idenya lebih mudah ditangkap, yaitu Tuan Pasar. Anggaplah Tuan Pasar adalah rekan anda yang rada-rada kagak waras dan selalu main ke tempat anda setiap hari untuk jual-beli saham pada harga yang berbeda-beda. 

Kenapa Tuan Pasar rada-rada kagak waras? Karena seringkali beliau menawarkan harga yang kebangetan mahalnya, tetapi tidak kalah sering juga beliau menawarkan harga yang kelewatan murahnya! Lebih anehnya lagi, Tuan Pasar tidak peduli kita mau mengambil harga yang dia tawarkan atau tidak. Beliau akan selalu kembali datang keesokan harinya dengan harga-harga baru yang akan dia tawarkan seenak perutnya sendiri.

Di sini menurut Graham, kuncinya adalah sabar. Sebelum Tuan Pasar datang, telitilah dulu harga wajar saham yang anda incar, lalu tentukan harga termurah yang bisa anda pasang. Begitu Tuan Pasar datang dan sedang kumat, bisa saja beliau dengan senang hati langsung menawarkan harga yang anda inginkan. Begitu juga ketika kita ingin menjual. Jika kita sudah tahu harga wajar suatu saham, kita juga dengan mudah dapat mempersiapkan harga dimana kita akan melepas saham tersebut. Lagi-lagi Tuan Pasar bisa saja sedang kumat ketika mengunjungi anda, dan cengengesan saja mengambil harga apa pun yang anda tawarkan tanpa pikir panjang.

Warren Buffet memiliki kutipan yang menarik akan perilaku Tuan Pasar yang sedang kumat dan menawarkan harga yang tidak masuk akal murahnya, “saya seperti laki-laki yang menggebu-gebu nafsunya di kompleks pelacuran!” Maksud Buffet, itulah saatnya kita memborong saham-saham terbaik yang didiskon Tuan Pasar gila-gilaan dan menjadi kaya-raya!

Dengan kata lain, kalau anda adalah seorang investor sejati, tidak perlu anda setiap hari memusingkan naik-turunnya harga saham. Itu hanya membuat panik dan terbawa-bawa gayanya Tuan Pasar yang memang dari awal kita tahu sendiri orangnya memang rada-rada tidak waras.
Tuan Pasar dari waktu ke waktu
Source: http://www.ritholtz.com/blog/2011/12/psy-cycle-updated/



Seorang investor tidak boleh kelewat mudah panik ketika pasar merosot, karena justru disitulah peluang besar muncul. Seorang investor yang membiarkan dirinya ikut-ikutan khawatir atau kelewat panik ketika pasar merosot begitu saja, berarti sama saja investor tersebut telah menggadaikan akal sehatnya dan terjerumus ikut menjadi sinting bersama Tuan Pasar. 

Menurut Graham, itulah yang menjadi kelebihan utama seorang investor yang intelijen. Kita memiliki kebebasan penuh untuk setuju atau tidak dengan gaya nyentriknya Tuan Pasar. Kita memiliki hak untuk berpikir dan mengambil keputusan pribadi. Penyebab utama kebanyakan investor ritel tidak bisa berhasil dalam bermain saham adalah karena mereka terlalu terlena terhadap harga pasar baru-baru ini.

Zwaig juga membenarkan pendapat Graham, bahwa ada hal-hal yang memang tidak bisa kita kontrol. Kita tidak akan pernah tahu apakah harga saham di portofolio kita akan naik hari ini, minggu depan, bulan depan, atau tahun ini. Return kita akan selalu bergantung pada kehendak Tuan Pasar. Tetapi kita memiliki kendali penuh atas:
  • Brokerage fee, dengan jarang-jarang melakukan trading dan memilih broker yang murah 
  • Biaya kepemilikan, dengan tidak membeli reksadana yang kelewatan biaya pengelolaanya 
  • Harapan kita, dengan memiliki prediksi return yang realistis dan tidak kelewat fantastis 
  • Risiko kita, dengan menentukan persentase aset yang kita putar di bursa saham, diversifikasi, dan rebalancing 
  • Pajak yang kita bayar, dengan menyimpan saham yang sudah kita teliti sebelumnya selama mungkin 
  • Dan tentu saja, perilaku kita pribadi sebagai pemain saham. Tantangannya disini bukanlah mencari saham yang paling mungkin naik banyak dan turun sedikit, tetapi mencegah diri sendiri terjerumus mengikuti kesintingan Tuan Pasar. Jangan sampai kita membeli mahal karena Tuan Pasar berkoar-koar “Beli! Beli! Beli! Kita akan kaya-raya!”, dan menjual murah karena Tuan Pasar berkoar-koar “Jual! Jual! Jual! Bisa bangkrut kita!”
Jadi apa pesan moral bab yang penting ini? Well, kita harus mengakui kalau pasar seringkali salah, dan investor yang cerdas dan pemberani dapat mengambil peluang ketika itu terjadi. Selain itu, karakter dan kualitas suatu bisnis akan terus berubah dari waktu ke waktu, bisa ke arah yang lebih baik, dan bisa juga merosot menjadi lebih buruk. Investor sejati harus fokus kepada bagaimana perusahaan berjalan dari waktu ke waktu, dan bukan pada fluktuasi harga, kecuali ketika peluang muncul untuk membeli pada harga yang sudah anjlok tajam, maupun menjual pada harga yang sudah meroket tinggi. Ketika peluang tersebut belum muncul, abaikan saja harga yang ditawarkan Tuan Pasar dan tunggu sampai beliau kembali kumat.

Ulasan berikutnya adalah Bab 9: Investing in Investment Funds, hal 226 – 256. Selamat membaca!