[Pos ini ©2013 oleh Willy
billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Ulasan ini adalah
kelanjutan dari Bab 7, dan mengacu pada Bab 8: The Investor and Market Fluctuations,
hal 188 - 225.
Bab ini bersama bab 20 adalah bab yang paling penting dari buku
Intelligent Investor, dan menjadi dasar utama filsafat Value Investing. Bahkan
seandainya pun para rekan disini bukanlah seorang penganut Value Investor,
pesan moral dari bab ini bisa jadi akan seterusnya mengubah cara berpikir para
rekan sebagai seorang investor.
Graham membuka bab ini dengan kembali membahas perbedaan antara spekulan
dan investor. Ingat bahwa Graham sama sekali tidak melarang kita berspekulasi,
yang beliau tekankan adalah jangan pernah menipu diri sendiri dengan menganggap
diri sedang berinvestasi, padahal yang kita lakukan adalah spekulasi.
Jika para rekan ingin berspekulasi, lakukanlah dengan mengakui bahwa
anda bisa saja kehilangan uang yang anda taruh. Oleh karena itu, selalu batasi
risiko yang para rekan ambil, dan jangan pernah mencampuradukkan dana khusus untuk
spekulasi dengan dana terpisah untuk investasi.
Menurut Graham, perbedaan yang paling mendasar antara spekulan dan
investor terletak pada bagaimana mereka mengambil sikap terhadap dinamika harga
pasar. Spekulan selalu berusaha mengantisipasi dan mengambil untung dari
fluktuasi pasar. Investor, di sisi lain, selalu berusaha memperoleh dan
menyimpan saham pada harga yang sepantasnya. Pergerakan pasar tetap penting
bagi investor secara praktis, karena bisa saja pasar memberikan harga yang
murah dimana investor dengan bijak dapat membeli, dan harga yang mahal dimana
sebaiknya investor tidak membeli dan malah dengan bijak memutuskan untuk
menjual.
Karena saham akan selalu berfluktuasi naik turun harganya, seorang
investor yang intelijen tidak boleh menafikkan kemungkinan meraih keuntungan
ketika harga berayun seperti pendulum. Disini Graham menjabarkan dua strategi
utama yang mungkin, yaitu strategi timing dan strategi pricing.
Strategi timing berarti mengantisipasi aksi harga pasar. Beli dan
simpan ketika ke depannya kita berharap harga akan naik. Jual dan jangan beli
ketika ke depannya kita berharap harga akan turun. Strategi pricing, di sisi
lain, melihatnya dari sisi yang berbeda. Beli ketika saham berada pada harga di
bawah harga wajarnya. Jual
ketika harga saham sudah berada di atas harga wajarnya. Keuntungan utama dari
strategi pricing ini adalah kita tidak akan pernah membayar terlalu mahal untuk
saham yang kita beli.
Graham sangat yakin bahwa investor yang kelewat menekankan pada
strategi timing, dengan kata lain ‘nebak’ atau meramal masa depan, akan
berakhir menjadi seorang spekulan belaka dan hanya akan membangun reputasi
sebagai seorang spekulan. Ini berbeda dengan pandangan awam yang tidak biasa
membedakan antara seorang investor dan spekulan, dan lebih-lebih lagi dewasa
ini ketika broker dan analis saham kelewat menekankan market forecast untuk hari-hari ke depannya.
Disinilah Graham memberikan anekdot yang rada kocak agar idenya lebih
mudah ditangkap, yaitu Tuan Pasar. Anggaplah Tuan Pasar adalah rekan
anda yang rada-rada kagak waras dan selalu main ke tempat anda setiap hari
untuk jual-beli saham pada harga yang berbeda-beda.
Kenapa Tuan Pasar rada-rada kagak waras? Karena seringkali beliau
menawarkan harga yang kebangetan mahalnya, tetapi tidak kalah sering juga
beliau menawarkan harga yang kelewatan murahnya! Lebih anehnya lagi, Tuan Pasar
tidak peduli kita mau mengambil harga yang dia tawarkan atau tidak. Beliau akan
selalu kembali datang keesokan harinya dengan harga-harga baru yang akan dia
tawarkan seenak perutnya sendiri.
Di sini menurut Graham, kuncinya adalah sabar. Sebelum Tuan Pasar
datang, telitilah dulu harga wajar saham yang anda incar, lalu tentukan harga
termurah yang bisa anda pasang. Begitu Tuan Pasar datang dan sedang kumat, bisa
saja beliau dengan senang hati langsung menawarkan harga yang anda inginkan.
Begitu juga ketika kita ingin menjual. Jika kita sudah tahu harga wajar suatu
saham, kita juga dengan mudah dapat mempersiapkan harga dimana kita akan
melepas saham tersebut. Lagi-lagi Tuan Pasar bisa saja sedang kumat ketika mengunjungi
anda, dan cengengesan saja mengambil harga apa pun yang anda tawarkan tanpa
pikir panjang.
Warren Buffet memiliki kutipan yang menarik akan perilaku Tuan Pasar
yang sedang kumat dan menawarkan harga yang tidak masuk akal murahnya, “saya
seperti laki-laki yang menggebu-gebu nafsunya di kompleks pelacuran!” Maksud
Buffet, itulah saatnya kita memborong saham-saham terbaik yang didiskon Tuan
Pasar gila-gilaan dan menjadi kaya-raya!
Dengan kata lain, kalau anda adalah seorang investor sejati, tidak perlu
anda setiap hari memusingkan naik-turunnya harga saham. Itu hanya membuat panik
dan terbawa-bawa gayanya Tuan Pasar yang memang dari awal kita tahu sendiri
orangnya memang rada-rada tidak waras.
Tuan Pasar dari waktu ke waktu Source: http://www.ritholtz.com/blog/2011/12/psy-cycle-updated/ |
Seorang investor tidak boleh kelewat mudah panik ketika pasar merosot,
karena justru disitulah peluang besar muncul. Seorang investor yang membiarkan
dirinya ikut-ikutan khawatir atau kelewat panik ketika pasar merosot begitu
saja, berarti sama saja investor tersebut telah menggadaikan akal sehatnya dan
terjerumus ikut menjadi sinting bersama Tuan Pasar.
Menurut Graham, itulah yang menjadi kelebihan utama seorang investor
yang intelijen. Kita memiliki kebebasan penuh untuk setuju atau tidak dengan
gaya nyentriknya Tuan Pasar. Kita memiliki hak untuk berpikir dan mengambil
keputusan pribadi. Penyebab utama kebanyakan investor ritel tidak bisa berhasil
dalam bermain saham adalah karena mereka terlalu terlena terhadap harga pasar
baru-baru ini.
Zwaig juga membenarkan pendapat Graham, bahwa ada hal-hal yang memang
tidak bisa kita kontrol. Kita tidak akan pernah tahu apakah harga saham di
portofolio kita akan naik hari ini, minggu depan, bulan depan, atau tahun ini. Return
kita akan selalu bergantung pada kehendak Tuan Pasar. Tetapi kita memiliki
kendali penuh atas:
- Brokerage fee, dengan jarang-jarang melakukan trading dan memilih broker yang murah
- Biaya kepemilikan, dengan tidak membeli reksadana yang kelewatan biaya pengelolaanya
- Harapan kita, dengan memiliki prediksi return yang realistis dan tidak kelewat fantastis
- Risiko kita, dengan menentukan persentase aset yang kita putar di bursa saham, diversifikasi, dan rebalancing
- Pajak yang kita bayar, dengan menyimpan saham yang sudah kita teliti sebelumnya selama mungkin
- Dan tentu saja, perilaku kita pribadi sebagai pemain saham. Tantangannya disini bukanlah mencari saham yang paling mungkin naik banyak dan turun sedikit, tetapi mencegah diri sendiri terjerumus mengikuti kesintingan Tuan Pasar. Jangan sampai kita membeli mahal karena Tuan Pasar berkoar-koar “Beli! Beli! Beli! Kita akan kaya-raya!”, dan menjual murah karena Tuan Pasar berkoar-koar “Jual! Jual! Jual! Bisa bangkrut kita!”
Jadi apa pesan moral bab yang penting ini? Well, kita harus mengakui kalau pasar seringkali
salah, dan investor yang cerdas dan pemberani dapat mengambil peluang ketika
itu terjadi. Selain itu, karakter dan kualitas suatu bisnis akan terus berubah
dari waktu ke waktu, bisa ke arah yang lebih baik, dan bisa juga merosot menjadi
lebih buruk. Investor sejati harus fokus kepada bagaimana perusahaan berjalan
dari waktu ke waktu, dan bukan pada fluktuasi harga, kecuali ketika peluang
muncul untuk membeli pada harga yang sudah anjlok tajam, maupun menjual pada
harga yang sudah meroket tinggi. Ketika peluang tersebut belum muncul, abaikan
saja harga yang ditawarkan Tuan Pasar dan tunggu sampai beliau kembali kumat.
Ulasan berikutnya adalah
Bab 9: Investing in Investment Funds, hal 226 – 256. Selamat
membaca!