Sunday, November 29, 2015

Walter Schloss - Factors Needed to Make Money in the Stock Market

[Pos ini ©2015 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Walter Schloss sempat meninggalkan nasihat-nasihat yang timeless untuk menjadi seorang value investor yang sukses. Rekaman interview terakhir Schloss sebelum beliau meninggal ada di video youtube ini, pada bagian 0:00 - 3:15, dan 24:26 - 27:00.




Prinsip value investing Schloss juga sempat dijabarkan beliau pada Maret 1994, dalam 16 factors needed to make money in the stock market:

  1. Ini yang paling penting: selalu pertimbangkan posisi harga relatif terhadap value.
  2. Cobalah untuk memperkirakan value dari suatu perusahaan. Ingatlah bahwa saham mewakili kepemilikan bisnis, dan bukan hanya secarik kertas (atau kode emiten)
  3. Book value bisa menjadi point awal dalam menaksir value perusahaan. Usahakan utang tidak melebihi 100% ekuitas. 
  4. Sabar. Saham tidak akan langsung terbang setelah anda beli. 
  5. Tutup kuping sama tips atau rumor. Biarlah para profesional yang mengurus begituan, dan itu pun saya tidak yakin mereka sanggup. Pokoknya jangan ikut-ikutan beli hanya karena ada obrolan saham akan terbang, atau ikut-ikutan jual ketika ada kabar jelek.
  6. Jangan takut menjadi loner, tapi pastikan penilaian anda memang benar. Memang tidak mungkin 100% pasti benar, jadi cobalah berpikir terbalik dan mencari tahu sendiri kemungkinan apa yang salah dari hipotesis anda. Sebagai loner, bolehlah membeli pelan-pelan ketika saham anjlok, dan menjual pelan-pelan ketika saham meroket.
  7. Percayalah pada penilaian anda ketika anda sudah mengambil keputusan.
  8. Bangunlah filsafat investasi pribadi, dan konsisten mengikutinya. Ini adalah kuncinya untuk sukses bermain saham.
  9. Jangan kelewat nafsu langsung menjual saham. Jika misalnya saham sudah mencapai nilai wajarnya tentu tidak salah untuk jual, tetapi seringkali hanya karena saham sudah naik 50% banyak orang yang sudah kelewat gatal ingin ambil cuan. Sebelum menjual, coba hitung sekali lagi nilai wajar saham, dan lihat posisi saham relatif terhadap book value-nya. Waspada terhadap situasi pasar modal saat itu. Apakah yield sedang rendah, sedangkan rasio P-E sudah tinggi? Apakah pasar modal sedang mencapai level historis tertinggi? Apakah orang-orang terlihat kelewat optimis?
  10. Ketika membeli saham, salah satu trik saya adalah membeli di dekat level terendah beberapa tahun terakhir. Misalnya saham anjlok dari 125 ke 60, dan banyak yang berpikir sahamnya sudah murah. Padahal kalau 3 tahun sebelumnya saham pernah di level 20, bisa saja sahamnya terus jeblok ke bawah menguji level tersebut. (Catatan penulis: walaupun tidak ada bukti eksplisit Schloss memakai analisis teknikal, poin ke-10 ini memberikan indikasi bahwa Schloss paling tidak memahami ide dasar teknikal untuk membeli saham di dekat level support yang kuat, dan ini bisa dilihat di Weekly atau Monthly chart.)
  11. Cobalah membeli aset yang sedang terdiskon, daripada fokus di earnings. Earnings seringkali berubah-ubah secara dramatis dalam waktu singkat, sedangkan aset biasanya lebih stabil. Jika memang ingin fokusnya di earnings, mau tidak mau investor harus lebih mendalami perusahaannya.
  12. Dengarkan masukan dari orang yang anda hormati. Ini bukan berarti anda langsung 100% ikut sama apa pun yang mereka sampaikan, jadi anda harus tetap kritis. Ingat, itu adalah uang anda sendiri dan bukan uang mereka, jadi mereka tidak akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa dengan uang anda. Sekali anda kehilangan uang, akan lebih sulit untuk mencetak cuan berikutnya karena modal anda sudah terkikis.
  13. Kesampingkan emosi dalam mengambil keputusan. Panik dan tamak itu emosi yang paling jahat dalam mempengaruhi keputusan anda memperjualbelikan saham.
  14. Selalu ingat keajaiban dari bunga berbunga. Triknya ada di aturan 72, dan dari situ anda akan bisa menghitung kapan uang anda akan berlipat ganda. Misalkan return saham anda 12% per tahun, dan anda terus mereinvestasikan uang anda kembali di saham. Secara kasar, uang akan jadi dobel setelah 6 tahun.
  15. Saham lebih menarik daripada obligasi. Obligasi cuannya terbatas, dan biasanya juga hasilnya sebanding dengan inflasi.
  16. Hati-hati bermain-main dengan leverage. Itu bisa berbalik menghabisi anda.
Sumber: stockopedia
 

Walter Schloss - One of the Good Guys of Wall Street

[Pos ini ©2015 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Walter Schloss


Walter J. Schloss adalah pendiri dari firma Walter J. Schloss and Associates pada 1955. Dibimbing langsung oleh Benjamin Graham, Schloss telah belajar menemukan saham-saham yang undervalue sebagai seorang analis di Graham-Newman Partnership sejak 1946. Setelah Graham pensiun pada 1955, barulah Schloss memutuskan untuk bermain saham sendirian. Edwin, putra Schloss, bergabung pada akhir 1960-an, dan pada 1973 resmi mengubah partnership Schloss menjadi Walter & Edwin Schloss Associates.

Tanpa menarik management fee sama sekali, tetapi meminta bagi hasil 25% dari cuan, Schloss memulai partnershipnya dengan modal awal $100,000,-, dan kelak dana kelolaan Schloss akan berhasil mencapai $350,000,000,-. Dari 1956 sampai 2002, Schloss berhasil mencetak CAGR 16% (sekitar 21% sebelum bagi hasil) versus 10% CAGR dari indeks S&P 500.

Walaupun perbedaan 6% terdengar remeh, renungkanlah sedikit apa yang telah dicapai oleh Schloss. Setelah 46 tahun, investor yang menanamkan uang $10,000,- di indeks S&P 500 akan mencetak cuan $900,000,-, sedangkan mereka yang mempercayakan uangnya kepada Schloss akan berhasil mencetak cuan $11,000,000,-!

Walter Schloss adalah salah satu investor favorit saya, karena dia membuat value investing terkesan sangat sederhana sekali:
  • Beliau tidak ambil pusing dengan data earnings
  • Beliau jarang bertemu dengan manajemen perusahaan
  • Beliau jarang berdiskusi dengan analis lainnya (artinya percaya kepada kemampuan sendiri)
  • Beliau tidak memelototi pergerakan saham seharian
  • Beliau tidak punya komputer
  • Beliau bahkan tidak pernah duduk di bangku kuliah (tetapi bisa lulus ujian CFA generasi pertama)
Ketika ditanya apa sebenarnya rangkuman teknik investasi Schloss, jawaban beliau bahkan singkat saja: 'saya dan Edwin membeli saham murah'.


Ditempa pada Masa Great Depression
Keluarga Walter Schloss mengalami langsung krismon dashyat Great Depression pada 1930-an, dan kedua orang tua Schloss kehilangan semua uang mereka di pasar modal. Walaupun jujur, Schloss mengakui bahwa bapak dan ibunya adalah investor yang payah dan hanya membeli saham karena ikut-ikutan. Pengalaman pahit ini selamanya akan tertera di benak Schloss bahwa untuk bertahan hidup di pasar modal, gol utamanya adalah tidak kehilangan uang.

Pada usia 18 tahun, masa depan Schloss terlihat suram. Keluarga beliau jatuh miskin, dan Schloss tidak punya uang untuk masuk kuliah. Satu-satunya pekerjaan yang didapatkan Schloss adalah menjadi office boy(!) pada perusahaan broker Carl M. Loeb & Co, dengan tugas utamanya menjadi kurir pengantar surat-surat antar perusahaan.

Walaupun tidak begitu paham serba-serbi transaksi saham yang dilakukan perusahaan, Schloss memberanikan diri untuk melamar di posisi analis pada tahun 1935. Tentu saja Schloss ditolak mentah-mentah, tetapi kepala divisi statistik perusahaan menyarankan Schloss untuk membaca buku Security Analysis dari Benjamin Graham dan David Dodd, dengan pesan 'baca buku itu Schloss, dan sekali kau paham semua di dalamnya, tidak ada lagi yang perlu kau baca'.

Berbekal buku tersebut, Schloss pun dengan semangat mengambil kursus finance dan accounting di New York Stock Exchange Institute of Finance pada 1938 - 1940, dimana Graham sendiri yang menjadi mentornya. Schloss ternyata cocok dengan Graham yang juga sama-sama jatuh miskin ketika Wall Street crash pada 1929, dan memiliki pendekatan yang konservatif dalam berinvestasi saham.

Takdir menyeret Amerika ke kancah perang dunia ke-2, dan Schloss muda pun ikut terjun ke medan perang 1941 - 1945. Walaupun demikian, Schloss tetap menjaga kontak dengan Benjamin Graham. Hal ini berbuah manis ketika Schloss kembali ke tanah air setelah perang dunia berakhir. Graham memiliki lowongan analis di perusahaan investasinya, dan Schloss pun akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan sebagai analis profesional pada 1946.


Net-Nets
Selama 9 tahun berikutnya, Schloss dengan setia terus mengikuti ajaran Graham dengan mencari saham-saham murah. Pasar modal Amerika saat itu masih terkesan suram, sehingga banyak saham yang dijual jauh di bawah net modal kerjanya, atau disebut Graham sebagai saham "net-nets". Schloss mengincar saham-saham yang paling tidak memberikan harga 2/3 dari net-nets, karena ketika harga berbalik kembali menuju nilai net-nets, maka di atas kertas Schloss akan berhasil mengunci cuan 50%.

Dalam perjalanan karir Schloss, dia bertemu dengan seorang anak muda dari Omaha, yang kelak menjadi rekan kerjanya di Graham partnership pada 1954. Nama anak muda itu adalah Warren Buffet, dan Schloss cocok dengan gaya Buffet yang jenaka dan jujur.

Buffet dan Schloss muda

Graham memutuskan untuk pensiun dan menutup perusahaan investasinya pada 1955. Schloss sempat kebingungan, tetapi Buffet meyakinkan Schloss bahwa saat ini dia sudah memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang cukup, jadi sebaiknya dia membuka perusahaan investasi sendiri saja. Dengan dorongan dari sahabatnya tersebut, Schloss pun resmi membuka firma Walter J. Schloss and Associates pada tahun itu juga.


Schloss sang Investor
Walaupun sudah menjadi fund manager, Schloss tetap setia mempertahankan gaya hidup sederhana. Dia hanya bekerja sendirian, tanpa sekretaris ataupun asisten. Kantor Schloss pun hanyalah satu ruangan kecil yang dia sewa dari kantor Tweedy, Brown & Co.

Schloss pun berusaha memiliki gaya hidup yang holistik, dimana dia menghindari jam kerja berkepanjangan para Wall Street profesional yang seringkali bergadang bermalam-malam. Justru sebaliknya, Schloss hanya mau bekerja dari jam 9am sampai 4:30pm, dan itu pun tanpa ditemani ticker tape untuk mengikuti gerakan saham harian. Sumber info Schloss secara umum hanyalah koran harian.

Karena Schloss tidak suka stress dan berusaha menghindarinya, Schloss menghindari berita tentang market dan ekonomi. Bagian yang itu sepertinya memang ada unsur kesengajaan dari media untuk membuat investor ketakutan! Lagipula Schloss mengakui bahwa market timing beliau pas-pasan, sehingga dia memilih untuk fokus saja pada analisis fundamental bottom up.

Cara kerja Schloss cukup sistematis: beliau mencari saham-saham yang sedang jeblok, lalu beliau akan membaca data statistik dan kinerja perusahaan dari laporan Value Line (yang dia pinjam dari kantor Tweedy, Brown & Co.!). Jika fundamental perusahaan terlihat menarik, Schloss akan membaca laporan keuangan perusahaan dengan lebih mendalam.

Sebagai seorang manajer investasi, Schloss jarang mengungkapkan isi portofolio beliau. Menurut beliau, investor seringkali terlalu fokus pada gerakan saham jangka pendek, sehingga beliau akan sangat tertekan ketika investor Schloss datang sambil menangis mempertanyakan nasib uang mereka. Selain itu, banyak orang yang tidak mau susah payah berpikir dan hanya mau gampangnya saja meniru saham pegangan Schloss, dan ini menyulitkan Schloss karena seringkali mereka mempermainkan harga saham incaran perusahaan.

Dengan kata lain, Schloss akan terus membeli saham ketika harganya sedang murah. Dalam hal ini, Schloss konsisten menunggu marjin aman yang melebar antara nilai wajar saham dan harga pasarannya. Semakin lebar marjinnya, semakin senang Schloss. Jika saham sudah terbeli, selanjutnya ya tinggal main sabar-sabaran menunggu harga saham kembali bangkit menuju nilai wajarnya seiring dengan berjalannya waktu, misalnya 4 - 5 tahun ke depan. Sudah seperti grosiran saja mengisi stok gudang mereka ketika sedang diskon besar-besaran dari supplier.

Salah satu trik Schloss adalah mencari tahu apakah manajemen juga memegang saham perusahaan mereka sendiri. Dengan membaca info perusahaan, Schloss ingin melihat apakah manajemennya jujur dan memiliki track record yang baik. Yang menarik disini, Schloss mengakui bahwa beliau jarang mengunjungi manajemen karena menurut beliau orang manajemen cenderung hanya mau bilang yang baik-baik saja ketika bertemu, dan cerita yang lebih objektif lebih nyata di angka keuangan perusahaan. Selain itu jika harus mengunjungi sekian banyak perusahaan setiap hari, Schloss yakin dia akan mati kecapekan dalam beberapa tahun (catatan penulis: walaupun bagian ini terdengar seperti lelucon, Peter Lynch mengungkapkan hal yang sama ketika dia memutuskan untuk pensiun dini dari dunia investasi. Lynch banyak kehilangan waktu bersama keluarga ketika dia mengelola dana Magellan, dan rambutnya pun semuanya memutih dini karena kelewat stress dan capek mengunjungi banyak sekali perusahaan di seluruh penjuru dunia. Sepertinya Schloss jauh lebih bijak dari yang kita pikirkan...)!

Yang paling penting disini bagi Schloss, adalah melakukan apa yang cocok bagi karakter anda, dan pastikan anda tetap bisa tidur di malam hari, karena mengelola uang orang itu adalah tanggung jawab yang berat.


Father and son joint forces
Edwin Schloss, seorang mahasiswa seni, bergabung dengan perusahaan ayahnya pada akhir 1960-an, dan mereka berdua tetap fokus mencari saham-saham yang sedang unvervalued. Pada 1973, perusahaan Schloss pun berganti nama menjadi Walter & Edwin Schloss Associates sebagai pengakuan Schloss bahwa putranya telah memiliki cukup keahlian di dunia investasi. Untuk menekan biaya pengeluaran, mereka berdua tidak menambah karyawan baru.

Edwin & Walter Schloss

Masuknya Edwin menambah semangat Walter, dan kedua Schloss bekerja sama mencari saham-saham murah dari net-nets maupun book value yang sedang terdiskon. Sayangnya, prinsip-prinsip Graham semakin sulit diterapkan pada dunia modern, dan ini meyakinkan Schloss bahwa dunia investasi sudah semakin cerdas, namun pada saat yang sama juga semakin berbahaya. Akhirnya pada tahun 2001, Edwin menyampaikan, "Ayah, saya sudah tidak bisa lagi menemukan saham murah!". Dan jawab Walter, "Berarti sudah waktunya kita pensiun, nak." Kelak Schloss akan menjelaskan bahwa "ketika mencari saham murah saja sudah membuat kelewat stress, berarti memang waktunya untuk berhenti mencari."


Bebas Memilih di Dunia Nilai
"Dalam berinvestasi," nasihat Schloss, "saran saya adalah mengerti kelebihan dan kelemahan anda, lalu rancanglah strategi sederhana agar anda bisa tidur nyenyak malamnya! Ingatlah bahwa saham mewakili kepemilikan bisnis, jadi pastikan anda mengerti keuangan perusahaan sebelum mengambil keputusan. Begitu anda sudah mengambil keputusan, beranilah untuk setia pada penilaian anda, dan jangan biarkan pasar mempengaruhi emosi anda. Lagian, investasi itu seharusnya fun and challenging, dan bukannya stressful and worrying."

"Saya selalu menyimpan 50 sampai 100 saham pada portofolio saya, karena saya gampang stress ketika ada saham pegangan saya yang tidak sesuai ekspektasi. Secara psikologis memang saya berbeda dengan Warren (Buffet). Banyak orang yang ingin menjadi the next Warren, tetapi orang suka lupa bahwa Warren bukan saja analis yang baik, tetapi dia juga pandai menilai orang dan bisnis. Saya sadar keterbatasan saya, jadi lebih baik saya berinvestasi dengan gaya yang paling nyaman bagi saya saya sendiri."

"Benjamin Graham telah berhasil menginspirasi sekelompok superinvestor, dan mereka jelas tidak hanya beruntung saja. Mereka telah membangun skill set dan mentalitas yang serupa untuk mengalahkan pasar dari tahun ke tahun. Di sini bagi saya investasi itu seperti seni, tapi kita lakukan selogis dan setidak emosional mungkin. Karena investor mudah terpengaruh sama pasar yang seringkali aneh-aneh, kita bisa menang dari pasar selama kitanya tetap rasional. Itulah pesan Graham, pasar itu ada untuk melayani kita, bukan membimbing kita!"

"Pertama-tama, kita harus tetap jujur. Tentu kita harus berusaha agar investor tidak kehilangan uang, dan juga jangan sampai kita mencetak uang dengan mengorbankan investor.... gol saya disini bukan saja memberikan value bagi para investor, tetapi juga melakukan apa yang benar bagi mereka yang percaya sama saya!"

"Saya tidak akan pernah lupa bahwa saya telah dipercayakan untuk mengelola uang orang, dan ini semakin memperkuat keinginan saya untuk tidak merugi... kalau bisnis itu bernilai satu dolar, dan saya bisa beli dengan harga 40 sen, maka saya percaya, sesuatu yang baik bisa terjadi pada diri saya."


Penutup
Walter Schloss adalah seorang superinvestor sejati, dan layak mendapatkan penghargaan lebih dari yang saat ini hanya seala kadarnya saja. Akan tetapi, dengan memilih untuk menghindari spotlight sepanjang karir investasinya, tentunya beliau dapat -dan saat ini pun masih- tidur dengan nyenyak. Rest in peace, Big Walt.

Rest in Peace, Big Walt (1916 - 2012)

Sumber:
Graham and Doddsville
The Value Investors

Factors Needed to Make Money in the Stock Market

  1. Price is the most important factor to use in relation to value
  2. Try to establish the value of the company. Remember that a share of stock represents a part of a business and is not just a piece of paper.
  3.  Use book value as a starting point to try and establish the value of the enterprise. Be sure that debt does not equal 100% of the equity. (Capital and surplus for the common stock).
  4. Have patience. Stocks don’t go up immediately.
  5. Don’t buy on tips or for a quick move. Let the professionals do that, if they can. Don’t sell on bad news.
  6. Don’t be afraid to be a loner but be sure that you are correct in your judgment. You can’t be 100% certain but try to look for the weaknesses in your thinking. Buy on a scale down and sell on a scale up.
  7. Have the courage of your convictions once you have made a decision.
  8. Have a philosophy of investment and try to follow it. The above is a way that I’ve found successful.
  9. Don’t be in too much of a hurry to sll. If the stock reaches a price that you think is a fair one, then you can sell but often because a stock goes up say 50%, people say sell it and button up your profit. Before selling try to reevaluate the company again and see where the stock sells in relation to its book value. Be aware of the level of the stock market. Are yields low and P-E rations high. If the stock market historically high. Are people very optimistic etc?
  10. When buying a stock, I find it helpful to buy near the low of the past few years. A stock may go as high as 125 and then decline to 60 and you think it attractive. 3 years before the stock sold at 20 which shows that there is some vulnerability in it.
  11. Try to buy assets at a discount than to buy earnings. Earning can change dramatically in a short time. Usually assets change slowly. One has to know much more about a company if one buys earnings.
  12. Listen to suggestions from people you respect. This doesn’t mean you have to accept them. Remember it’s your money and generally it is harder to keep money than to make it. Once you lose a lot of money, it is hard to make it back.
  13. Try not to let your emotions affect your judgment. Fear and greed are probably the worst emotions to have in connection with the purchase and sale of stocks.
  14. Remember the work compounding. For example, if you can make 12% a year and reinvest the money back, you will double your money in 6 yrs, taxes excluded. Remember the rule of 72. Your rate of return into 72 will tell you the number of years to double your money.
  15. Prefer stock over bonds. Bonds will limit your gains and inflation will reduce your purchasing power.
  16. Be careful of leverage. It can go against you.
- See more at: http://www.stockopedia.com/content/walter-schloss-16-golden-rules-for-making-money-in-the-stock-market-63815/#sthash.oX1wnMFS.dpuf

Saturday, September 19, 2015

Main Saham ala Intelligent Investor - The Superinvestors of Graham-and-Doddsville

[Pos ini ©2015 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini mengacu kepada bagian Epilog: The Superinvestors of Graham-and-Doddsville, hal 537 – 560. Selamat membaca!

Setelah selesai membahas bab-bab utama dari buku The Intelligent Investor, mari kita putar waktu sejenak ke tahun 1984. Lokasinya adalah Columbia University School of Business. Kaum akademis dan value investors sedunia telah berkumpul di sana untuk merayakan ulang tahun ke-50 terbitnya buku Security Analysis karya Benjamin Graham dan David Dodd.

Selain itu, mereka pun berkumpul untuk menyaksikan duel intelektual antar Profesor Michael Jensen, salah satu kampiun utama efficient market hypothesis, versus Warren Buffet, murid Graham yang secara terbuka menentang ide EMH. Agar lebih seru, selanjutnya saya akan menampilkan tafsiran saya secara bebas bagaimana debat itu berjalan, dengan saya sebagai moderatornya.

Michael Jensen sangat percaya bahwa EMH itu nyata
Sumber: AZ Quotes


W: Pak Jensen, anda boleh membuka dialog ini sekarang.

J: Terima kasih Pak Willy. Tuan-tuan, nyonya-nyonya sekalian, sadarkah anda bahwa apa yang anda semua lakukan itu tidak lebih kemujuran belaka? Apa-apaan itu value investing. Sudah basi! Coba anda semua bayangkan ada kontes lempar koin nasional. Ok? Saya yakin tidak ada orang waras di ruangan ini yang bakal percaya kalau ada skill tersendiri untuk bisa nebak hasil lemparan koin ke depan.

Jadi pilihan anda head atau tail?
Sumber: http://tripeaksconsulting.com/wp-content/uploads/2015/01/coin-flipping.jpg

 W: Sebentar Pak Jensen, boleh dijabarkan lebih detail?

J: Begini Pak Willy. Ayo kita selenggarakan kontes lempar koin nasional. Kita tantang 268 juta orang di Amerika untuk bertaruh 1 dolar setiap kali berhasil menebak hasil lemparannya. Jadi setiap kali ada yang nebaknya benar, yang salah nebak harus bayar 1 dolar ke pihak yang benar. Setelah itu, para pecundang kita singkirkan dari meja taruhan, dan kita dobel taruhannya. Nah, koin yang normal peluangnya hanya fifty-fifty kan? Dan setiap kali taruhan dijalankan, separuh partisipan yang kalah akan keluar dari permainan.

Setelah 10 lemparan, kita akan punya sekitar 260.000 orang yang sudah berhasil nebak 10 kali berturut-turut.  Dan setelah 20 lemparan, kita akan punya sekitar 250 orang yang berhasil nebak 20 kali berturut-turut. Itu sih bukan skill, tapi bener-bener luck.

Kelompok yang menang ini akan punya lebih dari satu juta dolar pada poin ini. Saya yakin bahkan sudah akan ada konferensi pers segala tentang skill mereka yang luar biasa sampai bisa-bisanya nebak benar lemparan koin 20 kali berturut-turut! Malahan mungkin ada dari mereka yang dengan lancangnya sudah menulis buku segala tentang trik nebak lemparan koin atau jadi nabi palsu sekalian tentang main koin ala Intelligent Investor.

W: Wah, wah, jangan begitu dong Pak Jensen.

J: Kenapa? Merasa tersindir ya Pak Willy? Hahaha... bahkan kalau pun kita ganti 268 juta orang tadi dengan 268 juta monyet, ya hasilnya juga di akhir-akhir bakalan sama saja. Akan ada sekelompok monyet yang memang cuma mujur saja kok setelah 20 kali lemparan koin. Bego bener jika sampai ada yang sampai percaya monyet-monyet itu memang punya skill tersendiri untuk nebak hasil lempar koin. Kok kedengarannya mirip ya sama para value investors? Hahahaha....

Pada detik ini, kalau saya tidak bisa menahan diri, sudah akan terjadi drama pencekikan di depan para peserta seminar. Dan saya yakin jika Jensen terus asal bacot seperti tadi, dia tidak akan keluar dari ruangan ini hidup-hidup....

W: Bisa mohon kembali lagi ke diskusi kita, Pak?

J: Ok-ok, nah jadi mestinya sudah jelas kan dari analogi tadi kalau orang seperti Pak Buffet di samping ini yang memang cuma lucky kok. To be fair, EMH tidak pernah bilang kalau orang tidak bisa mujur. Kita hanya percaya kalau faktor keberuntungan itu tidak akan bisa diraih secara konsisten. Kalau turnamen lempar koin tadi kita ulang lagi dari awal, mustahil orang-orang yang sama akan menang lagi pada putaran turnamen berikutnya. Dengan kata lain, semuanya itu benar hanya random events, dan bisa dihitung secara statistik.

B: Boleh saya bicara sekarang?

W: Silakan Pak Buffet.

B: Pak Jensen memberi analogi yang menarik soal monyet. Ok, mari kita kupas lebih jauh. Kita adakan kontes lempar koin dengan 268 juta monyet. Memang benar secara statistik kalau setelah 20 kali lemparan, kita akan punya 250 ekor monyet pemenang....

Pada detik ini, Jensen sudah tersenyum puas penuh kemenangan.

B: ... tetapi, ada satu hal yang menarik. Ke-250 monyet tersebut ternyata semuanya berasal dari suatu kebun binatang di Omaha misalnya. Apakah anda masih akan percaya ini benar-benar kebetulan belaka? Anda barangkali akan bertanya-tanya, monyet-monyet itu dikasih makan apa? Atau mereka ada dilatih khusus sebelumnya?

Senyum Jensen disini menghilang, dan dia mulai terlihat pucat.

B: Nah, ini kan artinya ada konsentrasi keberhasilan tertentu di atas rata-rata. Seorang pengamat yang astute akan melakukan investigasi lebih mendalam apa konsentrasi karakteristik yang bisa menjadi penyebabnya. Kalau mengutip ke kalimat Pak Jensen tadi, "kok kedengarannya mirip ya sama para value investors? Hahahaha...."

Para peserta seminar dan saya ikut tertawa bersama Pak Buffet. Suasana menjadi cair.

B: Kelompok investor sukses tersebut semuanya mengacu kepada sang bapak intelektual: Benjamin Graham. Yang menarik disini, anak-anak dari sang bapak semuanya sudah pergi merantau meninggalkan rumah bapaknya, dan membangun sistem investasi mereka sendiri dengan cara yang berbeda-beda. Mereka telah pergi ke tempat yang berlainan, memperjualbelikan saham dari perusahaan yang beraneka ragam pula, tetapi tetap saja mereka memiliki rekor yang tidak bisa dijelaskan dengan kebetulan acak belaka. Bahkan sang bapak pun tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan, beliau hanya sebatas mengemukakan teori intelektual tentang bagaimana mengambil keputusan nebak koin, tetapi tiap-tiap anak menerapkan teori tersebut dengan gaya mereka sendiri.


Nah, value investing itu kan idenya mencari saham-saham yang value-nya punya marjin aman yang lebar relatif terhadap harga saham kan? Pak Jensen mungkin benar kalau berpikir kemajuan teknologi informasi dan analisis pasar akan membuat pasar semakin efisien, dan sukses jangka panjang main saham ya hanya pure chance. Namun, jika para pemenang jangka panjang tersebut semuanya berasal dari penganut setia value investing, dan mereka semua beroperasi secara independen satu sama lain, maka tidak masuk akal kalau dibilang keberhasilan mereka adalah faktor keberuntungan belaka. Justru sebaliknya, ini adalah kemenangan dari strategi yang tepat.


Pak Willy, bisa tolong dipasang slide yang saya bawa?

W: Oh iya, ini saya pasang di depan layar ya pak.

Strategi para anak value investing di perantauan

B: Tuan-tuan dan nyonya-nyonya sekalian, coba perhatikan slide yang saya bawa. Ini adalah 9 dari pengelolaan dana investasi yang relatif sudah berhasil semuanya. Salah satunya adalah Buffet Partnership saya sendiri yang sudah tutup pada 1969. Bisa anda lihat dengan mata-kepala sendiri bahwa average long-term returns dari para manajemen investasi tersebut semuanya di atas rata-rata pasar.

Sekali lagi saya tekankan bahwa para MI ini semuanya menjalankan strategi investasi yang berbeda-beda, hanya saja dasar teorinya tetap mengacu kepada value investing pak Benjamin Graham. Bahkan bagi yang skeptis model Pak Jensen di samping saya ini, harap diingat bahwa timing pembelian sahamnya seringkali tidak bersamaan. Para manajer ini semuanya benar-benar independen satu sama lain.


Ada tiga hal penting yang saya ingin saya tekankan disini. Pertama, kami percaya pada premis dari Graham-Dodd: semakin tebal marjin antara harga saham yang sedang unvervalue dengan value sejatinya, justru semakin kecil risiko yang diambil para investor. Dan sebaliknya pun juga sama, ketika marjin aman menipis, risiko justru meningkat. Yang kedua, potensi return mau tidak mau akan berkurang ketika nilai dana pengelolaan bertambah, karena jumlah saham undervalue yang bisa dibeli akan semakin sedikit. Dan terakhir, kalau mengacu kepada latar belakang para manajer yang sukses, ada implikasi bahwa seseorang akan langsung menerima strategi value investing, atau tidak akan pernah menerimanya, tidak peduli mau dilatih seperti apa atau seperti apa pengalaman mereka yang sukses dengan value investing.


Saya tidak mengerti mengapa manusia senang membuat ribet sesuatu yang semestinya sederhana... dan ini akan terus berlanjut ke depannya. Tetap saja ada orang-orang yang tidak bisa menerima kalau bumi itu bulat, padahal jelas-jelas sudah tak terhitung banyaknya kapal berlayar mengelilingi samudera... dan demikian pula, mereka yang percaya kepada ajaran Graham dan Dodd, akan terus bertambah jaya.
Tepat setelah kalimat Buffet yang terakhir
, seisi ruangan langsung berdiri dan memberikan standing ovation yang meriah, sedangkan Jensen sudah patah semangat tertunduk lesu. Pada jamuan makan setelah debat, kami semua sepakat bahwa malam itu akan tercatat dalam sejarah bahwa Buffet sudah berhasil membungkam EMH once and for all, dan value investing akan tetap jaya ke depannya.

Wednesday, August 26, 2015

Main Saham ala Intelligent Investor - “Margin of Safety” as the Central Concept of Investment

[Pos ini ©2015 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 19, dan mengacu pada Bab 20: “Margin of Safety” as the Central Concept of Investment, hal 515 – 531.

Seorang atheis mengunjungi filsuf dan rabi agung Martin Buber, dan mendesak Buber untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Buber menolak, dan sang atheis pun beranjak pergi dengan marah. Sesaat sebelum dia pergi, Buber bertanya satu hal padanya: 'Anda sendiri... bagaimana anda bisa benar-benar yakin kalau Tuhan itu memang tidak ada?' 
Empat puluh tahun kemudian, sang atheis menulis, 'saya masih atheis. Namun, pertanyaan Buber terus menghantui saya siang dan malam.' Taruhan Pascal sungguh memiliki makna yang sangat mendalam....


http://www.overcomingbias.com/wp-content/uploads/2012/07/pascalwager.jpeg
The Wager has just that haunting power....
Sumber: http://www.overcomingbias.com/2012/07/life-after-death-for-pascals-wager.html

Apa kesalahan utama yang bisa dilakukan seorang investor? Graham percaya bahwa kesalahan terbesar investor tidak terletak pada membeli saham perusahaan yang bagus pada harga yang kemahalan (yah, tetap saja salah sih, tetapi bukan ini bahaya utamanya). Bukan, Graham percaya -berdasarkan pengamatan di pasar modal selama bertahun-tahun- yang membuat investor merugi besar adalah membeli saham dari perusahaan yang kualitasnya payah ketika sentimen pasar sedang bergairah!

Sebentar Bung Willy, saya kurang ngerti. Maksud si Graham apaan sih?

Maksudnya begini, ketika sentimen pasar sedang bullish, investor cenderung akan ikut-ikutan membeli saham perusahaan yang kelihatannya bagus pada saat itu, tetapi fundamentalnya sebenarnya tidak kuat, dan perusahaan berpeluang tipis untuk mempertahankan kinerjanya dalam jangka panjang.

Kalau dipikir-pikir, ini sebenarnya sangat masuk akal. Coba kita renungkan, jika kerugian besar datangnya dari perusahaan yang kelihatannya doang sehat tetapi sebenarnya kagak, bukankah itu argumen yang sangat kuat untuk berhati-hati sebelum mengambil keputusan membeli? Bukankah itu alasan yang baik bagi seorang investor untuk mempelajari dengan seksama fundamental perusahaannya sebelum berinvestasi? Mengapa tidak?

Benar juga ya. Tapi saya bingung, Bung Willy. Seandainya pun saya nekat analisis fundamental suatu perusahaan dan dapat nilai wajarnya, saya sama sekali tidak yakin sama analisis saya sendiri. Misalnya saya dapat nilai wajar suatu saham itu 10 ribu rupiah, sedangkan teman saya dapatnya 9000 rupiah, dan broker saya bilang mestinya itu 12 ribu rupiah. Loh?? Yang mana yang benar???

Nah, anda semakin dekat dengan ide utama dari Pak Graham. Sama seperti anda, saya juga sebenarnya mengerti analisis fundamental yang saya lakukan... bisa saja ngawur. Ingat, analisis kita itu sangat bergantung pada asumsi dan aproksimasi. Artinya, jika inputnya berubah sedikit saja, hasil analisisnya ya pasti bakal bergeser juga. Sad but true.

Jadi kalo gitu gimana dong Bung Willy? Apa itu berarti kita lupakan saja analisis fundamental sekarang?

Tenang, Pak. Disinilah Graham memperkenalkan konsep Marjin Aman. Karena tidak ada yang tahu dimana nilai wajar yang paling akurat dari suatu saham, ya sudah, kita konservatif saja, dan ambil nilai wajar yang jauh lebih rendah dari estimasi nilai wajar kita. Misalnya nilai wajar suatu saham kita dapatkan pada level 10 ribu rupiah. Saya harus dengan rendah hati mengakui kalau perhitungan saya bisa saja ngaco, dan lebih aman kalau saya pangkas prediksi nilai wajar saya sebanyak -say- 50%.

Secara praktis, ini berarti saya harus sabar menunggu sahamnya anjlok harganya sampai menyentuh nilai wajar dengan marjin aman sebelum memutuskan membeli. Atau dalam bahasa orang awam, ayo kita borong barangnya pas lagi diskon 50%!

Biar lebih afdol, don't put all your eggs in one basket! Marjin aman memberi kita peluang cuan yang lebih tinggi, tetapi tidak ada jaminan kalau saham dengan marjin aman yang tebal sekalipun tidak akan merugi. Akan lebih aman jika investor membeli beberapa saham yang sedang terdiskon, sehingga peluangnya lebih besar akan ada saham yang bangkit menuju nilai wajarnya yang riil. Ini juga salah satu alasan mengapa Graham sangat menekankan pentingnya diversifikasi dari awal: mirip seperti membeli tiket undian, kita tidak tahu tiket mana yang akan memenangkan jackpot, tetapi peluang kita dapat jackpot tentu akan lebih besar jika kita punya lebih banyak tiket di tangan kan?

Zwaig memberi komentar penutup bab ini dengan menekankan pentingnya aspek psikologis: investor selalu mendapat kesulitan ketika mereka melupakan prinsip investasi mereka karena terbawa nafsu. Seorang investor harus selalu mempertimbangkan aspek fundamental dalam berinvestasi, dan tidak mempersetankannya ketika Tuan Pasar mulai bertingkah yang aneh-aneh!

Ini sebenarnya kembali lagi ke bab 8 tentang Tuan Pasar, dan bagaimana Zwaig mengingatkan bahwa risiko terbesar dari berinvestasi sebenarnya datang dari investornya sendiri. Zwaig bahkan lebih jauh lagi membandingkan ini dengan konsep Taruhan Pascal: sebenarnya Tuhan itu ada atau tidak? Menurut filsuf Prancis Blaise Pascal, kita sebaiknya berpikir dari konsekuensinya.

Anggaplah anda memilih percaya Tuhan itu ada, dan menjalankan hidup selayaknya orang yang saleh dan mengasihi sesama. Ketika anda meninggal dan ternyata Tuhan itu tidak ada, anda mungkin kehilangan beberapa hal yang menyenangkan dari hidup duniawi, tetapi toh anda tidak akan merugi lebih dari itu. Sebaliknya jika anda memilih percaya Tuhan itu tidak ada, dan menjalankan hidup dengan berfoya-foya dalam kenikmatan duniawi yang fana, anda akan berada dalam kesulitan besar ketika anda meninggal dan ternyata Tuhan itu ada....

Kesimpulannya disini, dalam mengambil keputusan di tengah ketidakpastian, yang harus paling utama kita pertimbangkan adalah konsekuensi dari keputusan kita. Kita tidak pernah tahu masa depan. Seorang intelligent investor fokusnya lebih dari sekedar membuat analisis yang tajam. Lebih daripada itu, dia juga harus mempertimbangkan fakta bahwa dia bisa saja salah, karena selalu ada peluang analisis dia akan meleset.

Dengan kata lain, peluang untuk membuat suatu kesalahan dalam berinvestasi tidak akan pernah hilang, dan ini tidak terhindarkan. Akan tetapi, investor memiliki kendali penuh akan konsekuensinya jika dia salah, karena hidup itu adalah soal pilihan. Jika kita kembali ke krismon Indonesia tahun 2008, kita bisa melihat betapa powerfulnya ide marjin aman dari Benjamin Graham. Kelewat yakin saham-saham komoditas akan terus naik dan naik, tak terhitung banyaknya orang terjebak memilih sisi yang salah dari Taruhan Pascal!

When you choose the wrong side of Pascal's Wager, you lose everything....
Sumber: Koran Kontan




Hal yang menarik disini, George Soros, salah satu investor terbesar pada zaman modern pun sampai pada kesimpulan yang sama seperti Benjamin Graham. Ini bukan masalah kita ini benar atau salah, tetapi seberapa banyak kita akan menang ketika kita benar, dan seberapa banyak kita akan kalah ketika kita salah.

http://www.azquotes.com/picture-quotes/quote-it-s-not-whether-you-re-right-or-wrong-that-s-important-but-how-much-money-you-make-george-soros-58-78-51.jpg
Bahkan dengan strategi main saham yang sangat berbeda dari Graham sekalipun, Soros sangat mengerti implikasi dari Taruhan Pascal. Great mind thinks alike.
Sumber: http://www.azquotes.com/quote/587851



Akhirnya kita sampai pada puncak dari pesan moral buku Intelligent Investors: ingatlah untuk selalu mempertimbangkan marjin aman dan diversifikasi dalam berinvestasi! Juga selalu waspada akan ketidakwarasan Tuan Pasar, dan anda akan selamat dari konsekuensi yang fatal ketika anda berada dalam sisi yang salah dari Taruhan Pascal. Segila apa pun tawaran yang dilontarkan Tuan Pasar, seorang investor sejati akan dengan tenang menjawab: "dan yang satu ini pun... pasti akan berlalu."



Ulasan berikutnya adalah bagian Epilog: The Superinvestors of Graham-and-Doddsville, hal 537 – 560. Selamat membaca!

Sunday, December 21, 2014

Main Saham ala Intelligent Investor - Convertible Issues and Warrants

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 15, dan mengacu pada Bab 16: Convertible Issues and Warrants, hal 403 – 421.
Setelah pada 2 bab sebelumnya kita fokus kepada detail strategi main saham ala Graham bagi investor pasif dan aktif, kita akan melihat bab-bab terakhir dari buku Intelligent Investor ini sebagai penutup yang manis.

Bab-bab penutup ini dimulai Graham dengan bahasan akan obligasi konversi dan waran. Saya tidak berencana untuk berpanjang-lebar untuk bagian ini, karena Graham (dan juga Buffet) cukup pesimistis akan instrumen derivatif.
Bagi Warren Buffet, derivatif adalah instrumen yang sangat riskan
Sumber: http://www.boreme.com/posting.php?id=36638#.Vb4ChflQusA


Selain itu, saya tidak begitu yakin opini Graham relevan dengan kenyataan mengenai obligasi konversi dan waran di Indonesia. Oleh karena itu, saya akan lebih menekankan pengertian mudah dari instrumen derivatif, baru masuk ke bagian obligasi konversi dan waran.

Tunggu, Bung Willy. Sebenarnya derivatif itu apa?

Gampangnya derivatif itu ya produk turunan dari instrumen investasi utama. Menurut Wikipedia, instrumen derivatif lahir sebagai alternatif daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu aset, pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok.

Coba para rekan renungkan, dari awal kan kalau kita perhatikan penjelasan Graham terus fokus pada obligasi dan saham. Ini karena memang Graham sangat merekomendasikan investor untuk fokus pada instrumen investasi utama saja, dan tidak perlu main-main yang tidak perlu di produk derivatif.

Ok, lalu?

Nah, obligasi konversi itu salah satu produk derivatif yang biasanya diterbitkan ketika perusahaan ingin menggalang dana dengan menerbitkan obligasi, tetapi ingin membuatnya lebih menarik ke depannya (sweetener) dan menarik lebih banyak lagi investor untuk menanamkan modalnya.

Bagaimana caranya?

Idenya disini adalah obligasi tersebut memiliki tempelan opsi untuk dikonversikan menjadi saham pada harga tertentu (dan biasanya konversi hanya bisa dilakukan pada jangka waktu tertentu, setelah itu obligasinya kembali menjadi obligasi biasa). Misalkan saya punya selembar obligasi yang bisa saya konversi menjadi 2 lembar saham. Anggaplah obligasi saya nilainya Rp10.000,-; secara teoritis tentunya saya akan dengan senang hati mengonversi obligasi saya jika harga saham berada di atas Rp5.000,-, kan? Misalkan harga saham hari ini meroket dari Rp4.800,- ke Rp.5.500,-. Saya tentunya akan menari-nari bahagia jika saham yang dijual di pasaran pada harga Rp5.500,- bisa saya peroleh dengan harga Rp5.000,- dari obligasi konversi saya.

Wah, asyik nih, Bung Willy! Kalau waran gimana??

Waran itu mirip dengan opsi konversi, cuma bedanya waran dijual terpisah dari produk utamnya. Ingat, kalau obligasi konversi tadi kan opsi konversi tersebut itu sudah built-in satu bagian dengan obligasinya, kalau waran tidak built-in. Yah, sama-sama sebagai sweetener deal gitu deh.

Kayaknya gak ada yang salah dengan konversi dan waran, Bung Willy. Lalu kenapa Graham dan Buffet sepertinya 'alergi' sama derivatif?

Permasalahannya sih bukan di konversi sama waran-nya, tetapi lebih ke tingkah laku perusahaan dalam menerbitkan produk derivatif tersebut. Kenapa perusahaan mau-maunya menerbitkan produk derivatif tersebut? Kalau dipikir-pikir rasanya perusahaan malah buntung ke depannya pas investor konversi obligasinya ke saham di harga yang menguntungkan investor (dan merugikan perusahaan kan)?

Namun yang lebih membuat Graham gemas, perusahaan bisa saja menerbitkan konversi dan waran ketika pasar sedang bullish, yang itu berarti instrumen tersebut dijual pada harga premium. Jika anda ingat kisah Tuan Pasar, ini adalah salah satu trik beliau dalam memancing investor untuk mengambil tawaran dia yang bisa saja tidak masuk akal mahalnya.

Tidak banyak yang ditambahkan Zwaig, selain masukan dari dia bahwa obligasi konversi sebaiknya memang tidak dianggap sebagai obligasi biasa. Lebih cocok kalau obligasi konversi dianggap serupa dengan saham preferen, karena memang investor akan lebih mencari peluang untuk konversi pada harga yang menguntungkan. Ini mendorong performa derivatif yang lebih condong ke pergerakan saham daripada obligasi.

Nah, akhirnya kita sampai pada pesan moral bab ini: waspadalah terhadap produk derivatif. Jika anda bermain-main  dengan produk derivatif tanpa mempertimbangkan risikonya, maka kerugian anda pun pasti akan berkali-kali lipat sakitnya. Walaupun demikian, saya pribadi beranggapan investor bukan berarti harus sepenuhnya anti sama konversi dan waran. Justru sebaliknya, jika ternyata investor bisa mendapatkan konversi dan waran pada harga yang sangat menarik murahnya, keuntungan investor pun bisa berlipat ganda. Bahkan Warren Buffet yang normalnya 'alergi' sama produk derivatif saja bisa dengan lihai mendapatkan waran dari bank besar Goldman Sachs ketika Amerika dihantam krismon 2008. Financial weapons of mass destruction, indeed.


Ulasan berikutnya adalah Bab 17: Four Extremely Instructive Case Histories, hal 422 – 445 [BELUM TERBIT]. Selamat membaca!

Tuesday, January 21, 2014

Main Saham ala Intelligent Investor - Stock Selection for the Enterprising Investor

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 14, dan mengacu pada Bab 15: Stock Selection for the Enterprising Investor, hal 376 – 402.

Setelah pada bab sebelumnya kita membahas tujuh syarat statistik bagi investor pasif, bab ini akan memberikan kriteria Graham bagi investor aktif. Dengan kata lain, bagaimana memilih saham-saham Value?

Saya tahu, saya tahu! PER-nya harus rendah kan, Bung Willy?

Yup, tepat sekali. PER atau rasio harga terhadap laba yang rendah itu yang biasanya pertama kali menjadi fokus investor aktif. Jika menggunakan stock screener, kita bisa meng-input syarat PER-nya di bawah 9 misalnya.

Graham lalu memberikan 5 syarat tambahan untuk saham pilihan investor aktif:
  1. Struktur keuangan yang sehat. Aset lancar minimal 150% dari hutang lancar.
  2. Stabilitas laba. Perusahaan tidak merugi selama 5 tahun terakhir.
  3. Dividen. Pembagian dividen harus konsisten.
  4. Growth laba. Laba tahun terakhir harus di atas laba 5 tahun yang lalu.
  5. Harga. PBV harus lebih kecil dari 120%.

Ada beberapa penjelasan lain dari Graham mengenai situasi spesial, tetapi saya pribadi agak kesulitan mencari analoginya yang pas untuk pasar modal Indonesia.

Di sisi lain, Zweig menekankan bahwa sekedar mengetahui shopping list Value Investing seperti pada bab ini dan bab sebelumnya bukanlah hal yang paling utama. Terlebih penting di sini adalah agar investor aktif berlatih, berlatih, dan berlatih. Jangan berhenti hanya pada 'kulitnya' saja dengan sekedar screening saham lalu 'tembak langsung' saja uang semuanya diinvestasikan di emiten yang ada pada daftar. Proses investasi aktif ini yang mulai dari screening, meninjau kinerja masa lalu emiten, lalu 'nebak' kinerja emiten ke depannya tidak bisa langsung mengerti dengan sekedar membaca buku Intelligent Investor. Itu butuh jam terbang juga sampai investor aktif benar-benar jago.

Waduh, jadi bagaimana dong, Bung Willy? 

Ya mulai saja latihan dengan portofolio virtual. Beberapa broker atau website finansial di Indonesia memperbolehkan simulasi trading, atau bisa juga menggunakan jasa online portfolio tracker seperti dari Bloomberg.

Dengan memulai investasi lewat simulasi dengan uang virtual, investor bisa belajar dari kesalahan tanpa kerugian langsung. Simulasi juga bisa membangun disiplin untuk menghindari trading yang berlebihan bagi anda yang ingin menjadi investor yang serius. Dan bahkan lebih jauh lagi, investor bisa membandingkan gaya main sahamnya pribadi dengan para profesional betulan, dan mencoba-coba gaya main saham yang berbeda-beda sampai dapat yang pas sebelum mulai investasi dengan uang betulan.

Misalnya setelah 1 tahun mencoba simulasi dan para rekan puas dengan hasilnya, baru buka rekening investasi saham dengan uang betulan. Jika ternyata setelah 1 tahun simulasi para rekan ujung-ujungnya hanya bosan dan tidak senang dengan proses investasinya, berarti memang menjadi investor aktif bukanlah pilihan yang tepat bagi para rekan. Silakan buka rekening reksadana indeks, dan nikmatilah sisa hidup anda sebagai investor pasif.

Kini kita sampai pesan moral bab ini. Tidak peduli teknik mereka dalam berinvestasi saham, investor sejati yang sukses memiliki dua kesamaan. Pertama, mereka disiplin dan konsisten. Investor aktif tidak akan mengubah-ubah gaya main mereka semaunya, walaupun gaya main mereka tidak sesuai dengan gaya main kebanyakan orang. Yang kedua, mereka benar-benar mendedikasikan waktu dan energi mereka untuk bisa mengerti apa yang mereka lakukan dalam berinvestasi, tetapi mereka tidak tertarik memelototi naik turunnya pasar setiap saat yang seringkali memang tidak masuk akal.


PS: Saya mendapatkan masukan yang menarik dari rekan Value Investors di USA, mengapa saya tidak membahas senjata pamungkas Benjamin Graham pada bab ini, yaitu saham Net-Net. Sebenarnya saya ini ingin menyimpan konsep Net-Net sampai setelah pembahasan Intelligent Investor selesai, karena itu terkait juga dengan kisah keberhasilan Walter & Edwin Schloss, yang ingin saya bahas secara terpisah. Harap bersabar.


Ulasan berikutnya adalah Bab 16: Convertible Issues and Warrants, hal 403 – 421. Selamat membaca!

Sunday, January 19, 2014

Greed, for lack of a better word, is....

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ketika sedang memikirkan tulisan terbaru akan analisis fundamental akhir minggu ini, saya teringat pada tokoh Gordon Gekko dari film Wall Street

Gordon Gekko
Sumber: Wikipedia

Mungkin rekan-rekan disini paling ingat Gekko dari adegan ini:



Walaupun sangat kontroversial, Gekko memberikan nasihat fundamental praktis pada RUPS perusahaan Teldar di video tersebut. Coba perhatikan baik-baik apa yang Gekko ucapkan.

Well, I appreciate the opportunity you're giving me Mr. Cromwell as the single largest shareholder in Teldar Paper, to speak. Well, ladies and gentlemen we're not here to indulge in fantasy but in political and economic reality. America, America has become a second-rate power. Its trade deficit and its fiscal deficit are at nightmare proportions. Now, in the days of the free market when our country was a top industrial power, there was accountability to the stockholder. The Carnegies, the Mellons, the men that built this great industrial empire, made sure of it because it was their money at stake. Today, management has no stake in the company! All together, these men sitting up here own less than three percent of the company. And where does Mr. Cromwell put his million-dollar salary? Not in Teldar stock; he owns less than one percent.

Hmmm... menurut Gekko, Pak Cromwell adalah pemegang saham terbesar dari perusahaan Teldar Paper. Ok. Lalu mengapa Pak Cromwell hanya memegang kurang dari 1% saham Teldar Paper? Bahkan lebih gawat lagi, pihak manajemen hanya memegang kurang dari 3% saham Teldar Paper? Menurut Gekko, perusahaan-perusahaan Amerika di masa lalu seperti milik Carnegie dan Mellon bisa menjadi perusahaan hebat karena memang pihak manajemennya benar-benar menginvestasikan uang mereka di perusahaan tersebut.

You own the company. That's right, you, the stockholder.

Pemegang saham terbesar adalah publik. Jadi tentu saja publiklah yang merupakan pemilik perusahaan Teldar Paper. 

And you are all being royally screwed over by these, these bureaucrats, with their luncheons, their hunting and fishing trips, their corporate jets and golden parachutes. 

Say what?!? Uang perusahaan dihambur-hamburkan untuk gaya hidup mewah manajemennya?? Makan siang mewah, tamasya berburu dan memancing, jet perusahaan sampai parasut lapis emas??? Son of a...!!!

Teldar Paper, Mr. Cromwell, Teldar Paper has 33 different vice presidents each earning over 200 thousand dollars a year. Now, I have spent the last two months analyzing what all these guys do, and I still can't figure it out. One thing I do know is that our paper company lost 110 million dollars last year, and I'll bet that half of that was spent in all the paperwork going back and forth between all these vice presidents.

Ini apa-apaan? Masa perusahaan sampai punya 33 wakil presiden dengan gaji 200 ribu dolar per tahun! Saya kalau disuruh membaca LK perusahaannya bakal bingung setengah mampus biar jungkir balik sampai 2 bulan juga. Yang lebih bikin gemas, ternyata Teldar merugi besar 110 juta dolar tahun lalu. Gila, perusahaan rugi besar begini kok masih bisa-bisanya menggaji manajemen sampai berjuta-juta dolar! Ini benar-benar tidak masuk akal.

The new law of evolution in corporate America seems to be survival of the unfittest. Well, in my book you either do it right or you get eliminated. In the last seven deals that I've been involved with, there were 2.5 million stockholders who have made a pretax profit of 12 billion dollars. Thank you. I am not a destroyer of companies. I am a liberator of them!

Standing ovation. 

The point is, ladies and gentleman, that greed, for lack of a better word, is good. Greed is right, greed works. Greed clarifies, cuts through, and captures the essence of the evolutionary spirit. Greed, in all of its forms; greed for life, for money, for love, knowledge has marked the upward surge of mankind. And greed, you mark my words, will not only save Teldar Paper, but that other malfunctioning corporation called the USA. Thank you very much.

Gekko, you are a bastard. But you really are a magnificent bastard.