Wednesday, September 25, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - The Positive Side to Portfolio Policy for the Enterprising Investor

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 6, dan mengacu pada Bab 7: The Positive Side to Portfolio Policy for the Enterprising Investor, hal 155 - 187.

Bagi para pembaca setia blog ini, anda tentu sudah melihat pola pemikiran Benjamin Graham pribadi. Beliau benar-benar berusaha mengambil risiko yang seminimal mungkin dalam bermain saham, sampai-sampai himbauan beliau pada bab-bab sebelumnya terdengar keterlaluan.

“Ah, Bung Willy masih berputar-putar saja disini. Mana strategi investor aktif yang dijanjikan Graham?!?

Tenang, saya selalu menepati janji. Bab ini sepenuhnya membahas strategi yang Graham anjurkan bagi Value Investor yang aktif, dan bersedia mengorbankan lebih banyak waktu dan energinya untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Ada 4 strategi utama yang bisa ditempuh oleh investor aktif: 
1)    Belilah pas harga sedang anjlok, dan jualah pas harga sudah meroket!
Strategi ini sangat bagus di atas kertas, tetapi sering kali rada-rada susah dipraktekkan. Bagaimana kita bisa tahu harga saham saat ini memang sedang anjlok dan di saat lain sudah meroket? Zweig juga memberikan argumen lebih jauh bahwa market timing tidak selalu berhasil, dan akan selalu jauh lebih mudah melihat kapan harga saham terlihat anjlok ataupun meroket jika kita hanya sekedar melihat data masa lalu, tetapi jika untuk harga saham ke masa depan ya ujung-ujungnya kita 'nebak'. Graham akan memberikan argumentasi yang lebih mendalam akan hal ini pada bab berikutnya.

Walaupun demikian, saya pribadi percaya ada solusi untuk yang satu ini, yaitu dengan menggunakan analisis teknikal. Ketika Graham menulis buku 'Intelligent Investor', analisis teknikal belum begitu berkembang dan tidak banyak dipakai. Ini berbeda dengan kondisi sekarang dimana analisis teknikal sudah berkembang sangat pesat, dan bisa dipelajari oleh masyarakat awam secara luas. 


Hanya saja harap para rekan berhati-hati. Ada banyak sekali kombinasi aplikasi analisis teknikal, dan pengalaman saya pribadi menunjukkan bahwa semakin rumit analisis teknikal yang digunakan, justru semakin tidak akurat dan membingungkan sinyal-sinyal keluar masuk pasar yang diberikan.

2)    Belilah Growth Stock pada harga yang 'masuk akal'!
Nah, sekarang ini baru seru. Tentu kita semua sangat senang jika saham-saham di portofolio kita terus meroket harganya, jadi apa anjuran utama Graham di sini? Perhatikan rasio P/E-nya! Graham hanya akan membeli Growth Stock yang masih murah, yaitu jika rasio price-to-earning-nya masih di bawah 20 untuk satu tahun terakhir, dan juga rata-rata price-to-earning-nya agar masih di bawah 25 untuk beberapa tahun terakhir. Ini untuk mencegah agar kita tidak membeli saham-saham yang sudah kelewat mahal dan menggelembung (bubble)

Zweig juga menekankan bahwa Growth Stock yang layak diinvestasikan haruslah saham dari perusahaan dengan bisnis yang mantap dan tidak sekedar ikut-ikutan bubble saja. Ini untuk berjaga-jaga ketika bubble itu pecah, saham dari perusahaan dengan latar belakang bisnis yang mantap masih bisa bangkit lagi, sedangkan yang sekedar ikut-ikutan akan seterusnya jatuh dan menjadi saham busuk.

3)    Belilah saham perusahaan yang bagus ketika harga sedang diobral!
Nah, inilah yang sebenarnya menjadi ciri khas seorang Value Investor! Secara umum, Value Investor tidak akan pernah mau membeli sesuatu yang sudah kelewat mahal, tetapi mereka akan benar-benar tamak ketika saham-saham perusahaan yang bagus diobral!

Graham memberikan contoh-contoh yang menarik bagaimana hal ini terjadi pada jagat dunia persahaman. Misalnya dari Dow Jones Industrial Average yang diupdate setahun sekali. Akan selalu ada saham dari DJIA yang saat itu sedang seret bisnisnya sehingga menjadi tidak populer di kalangan para investor, tetapi saham itu cenderung akan bangkit lagi ke depannya (ingat DJIA adalah indeks perusahaan bluechip terbaik di Amerika). Graham menganjurkan untuk memborong saham DJIA yang pada tahun ini sedang tergolong murah, karena biasanya saham itu akan kembali naik harganya di masa depan. Strategi ini sangat populer bagi pemain saham di Amerika, dan terkenal dengan nama strategi 'Dogs of the Dow'. Saya tidak akan heran jika strategi serupa juga sudah diadaptasikan oleh para pemain saham Indonesia, mungkin dengan fokus pada indeks LQ-45 misalnya.

4)    Belilah ketika terjadi ‘sesuatu yang luar biasa’!
Secara umum Graham tidak menganjurkan para rekan untuk mengikuti sembarang berita sebagai alasan untuk membeli atau menjual, karena sungguh sulit untuk mengukur sentimen pasar terhadap harga suatu saham, dan hal ini sedikit banyak lebih bermanfaat bagi para spekulan yang ingin mendapat untung secara kilat. Akan tetapi, investor yang cerdik dapat mengambil peluang ketika terjadi sesuatu yang luar biasa sehingga suatu perusahaan bagus mendadak menjadi tidak populer sehingga jatuh harga sahamnya.
 
Buffet yang merupakan murid Graham adalah jagonya untuk yang satu ini. Para rekan ingat kapan Buffet memborong saham perusahaan minuman ringan Coca Cola? Itu terjadi pada tahun 1985, tepat ketika saham Coca Cola anjlok setelah produk baru New Coke gagal total diterima konsumen luas
New Coke scandal
Source: 'Time.com'


Begitu gawatnya skandal New Coke, sampai-sampai Coca Cola dikutuki konsumen se-Amerika karena mengubah formula Coca Cola yang sudah klasik turun temurun menjadi New Coke dianggap sama saja dengan mengkhianati para pelanggan setia Coca Cola! Pada akhirnya toh Buffet menjadi orang yang tertawa paling akhir karena harga saham Coca Cola kembali meroket setelah skandal New Coke berakhir, dan beliau menikmati keuntungan yang berlipat-lipat dari saham Coca Cola sampai detik ini ketika penulis menulis kalimat ini. Sebagai tambahan kecil, Buffet sama sekali tidak memiliki rencana untuk melepas saham Coca Cola di masa depan.

Zwaig menutup bab ini dengan kembali menekankan pentingnya diversifikasi, diversifikasi, dan diversifikasi. Investor aktif tidak akan pernah menaruh semua telurnya di dalam satu keranjang saja. Seperti apa pun strategi investasi yang para rekan pilih, usahakan untuk membeli saham-saham dari berbagai industri yang berbeda, baik dari dalam maupun luar negeri. Para rekan tentu ingat betapa mengerikan kondisi Indonesia pas krismon 1998, tetapi pada tahun yang sama justru Amerika sedang berpesta pora karena dotcom bubble yang tidak akan berakhir sampai tahun 2000-an. 

Pada akhirnya, pesan moral dari bab ini sudah cukup jelas. Investor aktif memiliki pola pemikiran yang berlawanan dengan kebanyakan orang! Belilah ketika semua orang panik, dan jualah ketika semua orang tamak! Strategi yang sangat sederhana di atas kertas, tetapi hanya segelintir orang yang sanggup melaksanakannya ketika bermain saham.

Ulasan berikutnya adalah Bab 8: The Investor and Market Fluctuations, hal 188 – 225. Selamat membaca!

Thursday, September 12, 2013

The Legend of Munehisa Homma

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Menurut para rekan, siapa trader terbesar dalam sejarah umat manusia?

Apakah Jesse Livermore? Saya tidak setuju. Livermore jatuh bangun from rags to riches to rags to riches to rags again terus menerus sampai akhirnya Livermore bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri karena kembali kehilangan segala-galanya dan merasa dirinya telah gagal total!

Kalau begitu mungkin Nicolas Darvas? Apa para rekan pernah curiga mengapa kisah keberhasilan Darvas selalu terhenti pada sekitar akhir tahun '50-an saja? Tidak banyak yang membahas ini memang, tetapi sebenarnya Darvas merugi besar pada tahun '60-an dari main saham, dan anehnya hal ini nyaris tidak pernah disinggung ketika orang berkoar-koar tentang Darvas!

Jadi kalau bukan Livermore dan Darvas, siapa dong Bung Willy?

Saya pribadi kalau harus memilih, akan menyebut nama Munehisa Homma.
Munehisa Homma

Homma memang jarang disinggung dalam literatur modern, tetapi para rekan boleh percaya boleh tidak, Homma adalah sang penemu analisis teknikal modern. Secara lebih spesifik lagi, Homma adalah orang yang pertama kali menerapkan konsep Price Action (Aksi Harga) dalam menganalisis dinamika pasar.

Analisis Aksi Harga sendiri secara sederhana bisa diartikan sebagai kemampuan untuk membaca pergerakan harga berdasarkan prinsip supply and demand dan mengambil keputusan trading pada segala tipe pasar, pada segala timeframe, dan tanpa menggunakan indikator apa pun.

Homma tercatat dalam sejarah Jepang abad ke-18 sebagai saudagar beras yang paling sukses pada masanya. Dengan menggunakan konsep Aksi Harga, Homma berhasil mendominasi perdagangan beras pada pasar berjangka Dojima. Yap, para rekan tidak salah membacanya. Analisis teknikal bukan lahir dari pemain saham, melainkan dari pedagang beras! Jika anda menggunakan analisis teknikal untuk main saham atau Forex atau apa pun sampai saat ini, berikanlah rasa hormat yang lebih kepada para pedagang beras yang anda temui di pasar mulai dari sekarang.

Saking suksesnya Homma menggunakan konsep Aksi Harga, pemerintah Jepang saat itu sampai mengangkatnya langsung sebagai konsultan finansial nasional (bayangkan Ben Bernanke dan Warren Buffet digabung jadi satu Homma) dan sekalian menganugerahkan gelar kehormatan 'samurai' kepada Homma!

"Seberapa sukses sih sebenarnya Homma? Sampai-sampai Bung Willy disini sebegitu hormatnya sama Homma??" Begitu mungkin pikir anda sambil mengerutkan kening.

Percaya atau tidak, Homma berhasil mencetak 100 kali keputusan trading yang terus-menerus untung berturut-turut! Sekali lagi, 100 kali keputusan trading yang terus-menerus untung berturut-turut! Ingat, ini berarti 100 kali trading dan selalu berhasil Take Profit tanpa pernah Cut Loss sekali pun!

Saya tidak yakin bahkan trader kelas kakap seperti Livermore atau Darvas berhasil mencatatkan prestasi luar biasa selevel Homma. Walaupun kalau mau jujur, jelas Homma memiliki keunggulan karena beliau adalah sang penemu konsep Aksi Harga dan tidak ada orang lain yang menggunakannya pada zaman itu.

Homma sendiri menulis beberapa buku yang menjabarkan ide-idenya secara gamblang tentang psikologi pasar. Menurut Homma, aspek psikologis dari pasar sangat kritikal dalam menentukan sukses tidaknya trading, dan juga emosi dari para trader akan memberikan pengaruh yang signifikan pada dinamika harga beras. Dari situlah kita bisa mengambil posisi yang tepat ketika pasar melesu karena beruang ganas mengamuk, atau pun ketika pasar bergairah karena banteng liar melesat.

Homma meninggal pada tahun 1803, tetapi ide Homma sama sekali tidak lenyap termakan zaman. Para trader generasi setelah Homma bahkan memformalkan ide-ide Homma secara luas, dan sekarang kita menyebutnya sebagai Candlestick chart.

Dasar dari Candlestick chart

Saya percaya kalau Homma masih hidup sekarang, beliau akan sedih melihat betapa trader sekarang sudah sebegitu tergantungnya kepada indikator dan robot, dan cenderung mengabaikan langsung apa yang sebenarnya merupakan hal paling mendasar dari itu semua, yaitu konsep Aksi Harga itu sendiri.

Sungguh sangat tidak masuk akal dan di luar akal sehat untuk bergantung pada indikator yang cenderung lelet dan menyesatkan ketika semua yang kita perlukan untuk masuk dan keluar pasar pada saat yang tepat sudah berada di depan hidung kita sendiri dalam wujud Aksi Harga yang bersih, tanpa segala macam tetek bengek dan omong kosong yang sering kali hanya memenuh-menuhi tempat saja dan memberikan sinyal-sinyal palsu yang menjerumuskan para trader yang lugu.

Metode Aksi Harga yang bersih tanpa indikator ini terus bekerja dengan baik dari abad ke-18 sampai sekarang, dan akan terus konsisten berhasil di masa depan karena manusia secara psikologis akan terus memiliki rasa tamak dan panik. Semakin bersih chart yang kita gunakan dari indikator, justru malah semakin besar akurasi kita dalam membaca dinamika pasar. Munehisa Homma telah berhasil mengungkap rahasia ini 300 tahun yang lalu, dan saya percaya sekarang kita pun juga bisa sukses trading menggunakan Aksi Harga ala Homma.

Thursday, September 5, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - A Negative Approach to Portfolio Policy for the Enterprising Investor

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 5, dan mengacu pada Bab 6: A Negative Approach to Portfolio Policy for the Enterprising Investor, hal 133 - 154.

Mari kita mulai bab ini dengan mengingat-ingat lagi apa yang Graham sarankan kepada investor pasif yang ingin bermain saham. Beli saham-saham bluechip, dan simpan selama mungkin. Sederhana sekali ya?

“Bung Willy, saya bersedia meluangkan waktu dan energi untuk benar-benar meneliti portofolio saham saya pribadi. Saya tidak ingin jadi investor pasif. Saya sudah mantap memilih jadi investor aktif!”

Bagus, saya menghormati pilihan anda pribadi. Kedua bab ke depan ini akan membahas cara main saham investor aktif, jadi mohon perhatikan baik-baik. Fokus pada bab ini adalah hal-hal yang TIDAK boleh dilakukan seorang investor aktif menurut Graham, sedangkan bab berikutnya akan membahas strategi main saham seorang Value Investor sejati. Kelihatannya seru juga ya?

Lagi-lagi saya ingatkan, Graham adalah seorang investor yang konservatif, dan bisa jadi larangan-larangan beliau di bab ini akan terdengar keterlaluan. Saya pribadi terus mengingatkan para rekan untuk terus mencari gaya main saham yang sesuai dengan karakter pribadi, dan jangan kelewat picik berkoar-koar "cara main saham saya yang paling benar, dan yang tidak setuju itu memang sudah sesat semuanya!" Ok?

Ayo kita langsung saja straight to the point. Inilah larangan-larangan Graham dan Zwaig bagi seorang investor aktif:

1) Hindarilah obligasi sampah
Obligasi yang berada di bawah peringkat investasi biasanya memang menarik karena menjanjikan tingkat bunga yang relatif tinggi. Namun jangan lupa kalau risiko gagal bayarnya juga tinggi! Tidak ada tapi-tapian, jika anda ditawari obligasi yang jelas-jelas berada di bawah peringkat investasi, silakan langsung ambil langkah seribu!

2) Hindarilah obligasi asing

Untuk yang satu ini masalahnya lebih terletak pada stabilitas ekonomi suatu bangsa. Mungkin para rekan disini masih ingat trilogi pembangunan zaman Pak Harto? Graham disini menekankan bahayanya melakukan investasi pada negara-negara yang ekonominya naik-turun tidak karuan.

Itulah sebabnya pemerintah Indonesia ketar-ketir ketika ada kemungkinan peringkat investasi Indonesia dari lembaga independen Moody akan di-downgrade, karena hampir bisa dipastikan para investor asing akan menarik dananya keluar dari negeri tercinta ini! Yang paling aman memang membeli obligasi asing dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, tetapi itu juga tidak ada jaminan ekonomi mereka akan terus stabil ke depannya.

3) Hindarilah IPO

Saya ingatkan bahwa IPO sangat kental dengan unsur spekulasi dan bukan investasi, jadi tidak apa tapi-tapian juga. Dalam kamus Graham, sungguh omong-kosong benar jika anda membeli saham pas IPO dengan alasan untuk investasi!

Namun harap diingat juga bahwa Graham tidak pernah melarang kita untuk berspekulasi. Yang Graham tekankan dengan tegas pada Bab 1 sebelumnya adalah agar para rekan jangan pernah menipu diri sendiri dengan menganggap anda sedang melakukan investasi padahal yang anda lakukan adalah spekulasi.

Jika anda masih tertarik ingin main saham pas IPO, rekan Iyan sudah menulis tips-tips praktis yang saya pribadi menilai termasuk taktik spekulasi yang intelijen. Tips-tips tersebut bisa anda baca disini: Cara Main Saham IPO untuk Pemula

4) Hindarilah perusahaan yang doyan menerbitkan HMETD

Walaupun biasanya perusahaan mengemukakan tujuan-tujuan ‘mulia’ seperti menambah modal untuk ekspansi bisnis, atau terkadang untuk tujuan yang ‘tidak benar-benar mulia’ seperti menggunakan dana hasil HMETD untuk membayar hutang (kalau dipikir-pikir kebangetan benar, manajemennya yang bikin hutang dan pemegang saham ritel dari masyarakat awam yang seringkali tidak tahu apa-apa yang diminta bayar!), pada akhirnya kita toh dipaksa secara halus untuk membeli lebih banyak saham jika tidak ingin persentase kepemilikan kita terdilusi!

Itulah sebabnya investor legendaris Lo Kheng Hong sama sekali menolak bermain saham perusahaan yang kerajingan melakukan aksi korporasi macam right issue

Lo Kheng Hong, Warren Buffet-nya Indonesia
Source: 'Kontan.co.id'

Waspadalah terhadap perusahaan yang manajemennya sering melakukan aksi yang aneh-aneh. Atau dalam kata-kata Lo Kheng Hong pribadi, yang terutama sekali harus diperhatikan sebelum berinvestasi adalah ‘manajemen, manajemen, dan manajemen’ karena ini menyangkut uang kita!

5) Hindarilah daytrading

Ayo kita benar-benar jujur disini. Di dunia ini tidak ada yang dengan investasi bisa mencetak return berpuluh-puluh kali lipat pada hari yang sama. Zwaig malahan terang-terangan berpendapat bahwa tidak ada itu namanya investor yang bermain saham dalam jangka pendek. Seorang investor sejati akan selalu bermain saham dalam jangka panjang.

Selain itu harap dipertimbangkan juga bahwa setiap kali kita melakukan transaksi beli dan jual, ketika itu juga kita membayar komisi kepada broker DAN pajak kepada negara. Dengan kata lain, sebenarnya kita sudah buntung dari awal!

Itulah sebabnya broker akan dengan senang hati terus menerus mengirimkan data analisis dan rekomendasi terbaru kepada para pemain saham tidak peduli segila apa pun kondisi pasar saat ini, karena tentunya mereka berharap para nasabah akan semakin sering melakukan transaksi dan itu berarti juga komisi yang lebih banyak bagi broker!

Walaupun demikian, saya pribadi berpendapat bahwa trading (ingat Bab 1, trading yang spekulatif jelas berbeda dengan investing!) juga bisa memberikan keuntungan konsisten bagi yang sudah mahir bermain sahamnya. Akan tetapi, para pemain saham pemula sebaiknya bermain dengan timeframe Daily ke atas terlebih dahulu. Baru jika sudah konsisten profit, para rekan boleh bermain dengan timeframe yang lebih rendah. Juga jangan pernah melakukan trading dengan margin dan leverage berlebih-lebihan, apalagi jika para rekan sama sekali belum dapat mencetak profit yang konsisten dari main saham. 

Akhir kata, apa pesan moral dari bab yang penuh larangan ini? Serupa seperti rekannya investor pasif, seorang investor aktif juga sebenarnya tetap memiliki pandangan yang konservatif. Hindari hal-hal yang tidak sesuai dengan cara main saham seorang Value Investor, dan anda akan siap bermain saham aktif ala Graham.

Tuesday, September 3, 2013

Rich Game on Facebook apps

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]


Para rekan disini tertarik belajar menjadi kaya dengan cara bermain game?

Nah, saya disini senang sekali bermain simulasi financial planning Rich Game bersama kawan-kawan financial planner dari tim Ngatur Duit. Mereka baru-baru ini merilis game tersebut sebagai Facebook apps: Rich Game on Faceboook dan Rich Game ini mendapat dukungan penuh dari Bapepam-LK dan USAID-SEADI dalam rangka mempromosikan pentingnya financial literacy di Indonesia.
Screenshot Rich Game on Facebook. Tertarik?

Walaupun sangat disederhanakan, pada Rich Game ini para rekan bisa melihat simulasi investasi sederhana dari reksadana, emas, pasar saham, sampai pasar berjangka, beserta penjelasan sederhana dari para 'pakarnya' sebelum mengambil keputusan investasi. Saya sangat merekomendasikan Rich Game ini bagi para rekan yang masih awam akan dunia investasi Indonesia.

Selamat belajar finansial praktis dari Rich Game, dan jangan lupa bersenang-senang!

Link to Rich Game on Facebook: https://apps.facebook.com/richgame/

Sunday, September 1, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - The Defensive Investor and Common Stocks



[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 4, dan mengacu pada Bab 5: The Defensive Investor and Common Stocks, hal 112 - 132.

Setelah pada bab sebelumnya Graham memberikan the big picture akan hal-hal yang bisa dilakukan investor pasif dalam melakukan investasi, pada bab ini Graham secara lebih dalam membahas strategi main saham yang bisa dilakukan pleh para investor pasif. 

Sekali lagi saya ingatkan, Graham memiliki pandangan yang sangat konservatif dalam bermain saham. Apa yang saya kemukakan pada bab ini mungkin akan terdengar keterlaluan, tetapi jika anda memilih menjadi Value Investor pasif, anda tentu harus mau berpikir dan bermain konservatif ala Graham.

Secara blak-blakan, Graham melarang investor pasif untuk membeli growth stock. Ini berarti saham-saham fast grower ala Peter Lynch yang harganya dengan cepat terus berlipat ganda sama sekali tidak boleh ada di dalam portofolio seorang investor pasif!

WADUH???

Tunggu, tunggu!! Sebelum anda memutuskan untuk merobek-robek atau bahkan membakar buku Intelligent Investor anda pribadi karena nasihat Graham yang sangat keterlaluan ini, Graham juga mengakui –walaupun masih dengan nada yang rada pesimis-, bahwa mungkin saja bagi seorang Intelligent Investor aktif untuk mencetak hasil yang fantastis dari portofolio saham growth-stock. Namun Graham juga mengingatkan bahwa kebanyakan orang tidak akan mau bersusah payah memeras keringat layaknya seorang investor aktif, jadi sebaiknya para rekan berpikir yang realistis saja sebagai seorang investor pasif.

Graham secara tersirat menyarankan para investor pasif untuk membatasi diri dengan bermain saham-saham perusahaan yang sudah mapan (bluechip) saja, atau lebih dipertegas lagi oleh Zwaig dengan menyarankan saham-saham bluechip pada Dow Jones Industrial Average di NYSE. Nasihat utama Graham bagi para investor pasif yang ingin bermain saham adalah: 
  1. Diversifikasi. Silakan pilih beberapa saham yang berbeda, dan juga selalu melihat kemungkinan investasi saham baru yang potensial. Juga kalau membeli beberapa saham, jangan semuanya dari sektor yang sama. Misalnya begini, jangan sampai portofolio saham anda hanya terdiri dari saham-saham perbankan semuanya macam saham BCA, BRI, Mandiri, BTN, BTPN, Danamon, dll. Kalau begitu cara mainnya, anda pasti celaka begitu sektor perbankan berdarah-darah karena diterkam beruang ganas!
  2. Investasi hanya pada saham-saham perusahaan besar, dikenal banyak orang, dan memiliki keuangan yang sehat. Pilih perusahaan yang sedikit hutangnya dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar.
  3. Investasi hanya pada perusahaan yang konsisten membagikan dividen. Ini untuk memastikan ada pemasukan rutin dari saham yang anda simpan.
  4. Sebaiknya saham yang anda pilih memiliki rasio P/E (PER) yang masih rendah dan tidak kelewat mahal. Mahal disini dari segi PER, dan bukan harganya belaka. Saham seharga 10 ribu rupiah bisa saja dinilai lebih murah daripada saham seharga 100 perak karena faktor PER ini.
Bagaimana dengan pasar modal Indonesia? Sayangnya tidak ada indeks yang ekivalen dengan DJIA di Indonesia, tetapi umumnya pemain saham Indonesia setuju bahwa saham-saham di indeks LQ-45 banyak yang tergolong bluechip dan bisa dibilang sedikit banyak memenuhi kriteria konservatif Graham. 

Sekedar informasi, indeks LQ-45 adalah indeks keluaran tim analis IDX dimana 45 saham di dalamnya tergolong paling aktif diperdagangkan (liquid) selama 1 tahun terakhir, dan saham-saham tersebut juga secara umum diakui sebagai pemimpin pasar modal Indonesia.
Indeks LQ-45 di IDX

Investor pasif bisa dengan mudah berinvestasi dengan membatasi diri dalam memilih saham-saham yang terdapat di indeks LQ-45 saja, dan dengan catatan saham-saham pilihan anda juga memenuhi semua kriteria konservatif yang dianjurkan Graham

Dengan kata lain, jangan langsung membeli suatu saham hanya karena saham tersebut terdaftar di indeks LQ-45! Anda juga harus sedikit memeras keringat, mencari tahu lebih jauh informasi tambahan tentang perusahaan yang sahamnya ingin anda beli, apakah memenuhi kriteria konservatif Graham atau tidak. 

Cara yang termudah untuk melakukan hal itu adalah dengan mengakses situs independen seperti Financial Times atau Reuters, lalu search bagaimana kinerja historis dan data terbaru dari perusahaan yang ingin anda investasikan sahamnya. Sebaiknya para rekan melakukan analisis sederhana ini secara rutin, misalnya setiap 2 minggu sekali, atau setiap 1 bulan sekali, atau paling tidak setiap 3 bulan sekali setelah perusahaan merilis laporan keuangan periode kuartal terbaru kepada publik.

Di sisi lain, setiap 6 bulan sekali yaitu pada bulan Februari dan Agustus, indeks LQ-45 akan diupdate oleh pihak IDX. Investor pasif tidak perlu repot-repot dan panik. Jika selama ini para rekan telah membeli saham dari indeks LQ-45 dan ternyata saham pilihan anda masih terdapat di indeks LQ-45 setelah diupdate, silakan saja teruskan investasi uang anda di saham tersebut. Jika saham pilihan anda terlempar keluar dari indeks LQ-45 -apalagi saham tersebut juga sudah tidak memenuhi kriteria konservatif Graham-, berarti itulah saatnya mengalihkan uang anda dari saham tersebut ke saham lain yang masih bertahan di indeks LQ-45.

Zwaig menutup bab ini dengan menjelaskan alternatif lain bagi investor pasif untuk bermain saham yaitu dengan membeli reksadana saham saja. Dalam hal ini, seorang investor pasif harus tetap mengerjakan PR. Sebelum memutuskan untuk membeli suatu reksadana tertentu, investor pasif harus meneliti dulu apa prospek reksadananya, siapa pengelolalanya, bagaimana track-recordnya, saham apa saja yang termasuk dalam portofolio reksadana tersebut, dan lain-lain.

Satu-satunya pengecualian adalah reksadana indeks (misalnya reksadana indeks LQ-45 yang mengikuti indeks LQ-45) yang tujuannya memang bukan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari indeks, tetapi benar-benar 100% mengikuti dinamika indeks apa pun yang terjadi. Membeli reksadana indeks adalah cara main saham yang paling aman yang disarankan Graham dan Zwaig bagi investor pasif yang sama sekali tidak ingin-ingin repot-repot menginvestasikan waktu dan energi dalam merencanakan portofolio investasinya.

Malahan saking amannya main saham dengan reksadana indeks, saya berani berpendapat kalau kebanyakan pemain saham akan bosan sendiri melihat imbal hasil reksadana indeks mereka hanya biasa-biasa saja dari tahun ke tahun! Yah, itulah harga yang harus anda bayar jika ingin main saham ala Intelligent Investor tetapi tidak mau repot-repot 'mengerjakan PR'. No pain ya no gain.

Investor pasif juga dapat menerapkan dollar-cost averaging strategy, yaitu berlangganan reksadana secara rutin. Atur saja dengan pihak bank atau perusahaan reksadana agar auto-invest sejumlah tertentu dari tabungan ke reksadana pilihan anda pas tanggal tertentu setiap bulan, misalnya 100 ribu rupiah setiap tanggal 1, atau 500 ribu rupiah setiap tanggal 10, atau 1 juta rupiah setiap tanggal 20 sebagai contoh. Tanpa perlu pusing-pusing, sistem auto-invest ini akan menjamin para rekan membeli lebih sedikit ketika harga saham meroket, tetapi sebaliknya memborong lebih banyak ketika harga saham jatuh. Mudah ya?

Jadi apa pesan moral bab ini? Saya merasa ini cukup jelas bagi para rekan yang memilih menjadi investor pasif. Seorang investor pasif bermain saham dan menang dalam jangka panjang dengan cara-cara yang tidak agresif! Seringkali investor pasif akan membeli lalu menyimpan saham yang telah dia pilih dalam jangka panjang, dan hanya akan menjualnya jika saham tersebut tidak lagi memenuhi kriteria konservatif Graham. Alternatif lainnya, seorang investor pasif tidak akan menghabiskan waktu dan energinya untuk meneliti saham individual secara berlebihan, dan lebih memilih membangun sistem auto-invest yang rutin apa pun yang terjadi. Walaupun terkesan membosankan, cara investasi ini tetap termasuk dalam gaya main saham yang dianjurkan Graham kepada para Intelligent Investor.