Wednesday, August 26, 2015

Main Saham ala Intelligent Investor - “Margin of Safety” as the Central Concept of Investment

[Pos ini ©2015 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 19, dan mengacu pada Bab 20: “Margin of Safety” as the Central Concept of Investment, hal 515 – 531.

Seorang atheis mengunjungi filsuf dan rabi agung Martin Buber, dan mendesak Buber untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Buber menolak, dan sang atheis pun beranjak pergi dengan marah. Sesaat sebelum dia pergi, Buber bertanya satu hal padanya: 'Anda sendiri... bagaimana anda bisa benar-benar yakin kalau Tuhan itu memang tidak ada?' 
Empat puluh tahun kemudian, sang atheis menulis, 'saya masih atheis. Namun, pertanyaan Buber terus menghantui saya siang dan malam.' Taruhan Pascal sungguh memiliki makna yang sangat mendalam....


http://www.overcomingbias.com/wp-content/uploads/2012/07/pascalwager.jpeg
The Wager has just that haunting power....
Sumber: http://www.overcomingbias.com/2012/07/life-after-death-for-pascals-wager.html

Apa kesalahan utama yang bisa dilakukan seorang investor? Graham percaya bahwa kesalahan terbesar investor tidak terletak pada membeli saham perusahaan yang bagus pada harga yang kemahalan (yah, tetap saja salah sih, tetapi bukan ini bahaya utamanya). Bukan, Graham percaya -berdasarkan pengamatan di pasar modal selama bertahun-tahun- yang membuat investor merugi besar adalah membeli saham dari perusahaan yang kualitasnya payah ketika sentimen pasar sedang bergairah!

Sebentar Bung Willy, saya kurang ngerti. Maksud si Graham apaan sih?

Maksudnya begini, ketika sentimen pasar sedang bullish, investor cenderung akan ikut-ikutan membeli saham perusahaan yang kelihatannya bagus pada saat itu, tetapi fundamentalnya sebenarnya tidak kuat, dan perusahaan berpeluang tipis untuk mempertahankan kinerjanya dalam jangka panjang.

Kalau dipikir-pikir, ini sebenarnya sangat masuk akal. Coba kita renungkan, jika kerugian besar datangnya dari perusahaan yang kelihatannya doang sehat tetapi sebenarnya kagak, bukankah itu argumen yang sangat kuat untuk berhati-hati sebelum mengambil keputusan membeli? Bukankah itu alasan yang baik bagi seorang investor untuk mempelajari dengan seksama fundamental perusahaannya sebelum berinvestasi? Mengapa tidak?

Benar juga ya. Tapi saya bingung, Bung Willy. Seandainya pun saya nekat analisis fundamental suatu perusahaan dan dapat nilai wajarnya, saya sama sekali tidak yakin sama analisis saya sendiri. Misalnya saya dapat nilai wajar suatu saham itu 10 ribu rupiah, sedangkan teman saya dapatnya 9000 rupiah, dan broker saya bilang mestinya itu 12 ribu rupiah. Loh?? Yang mana yang benar???

Nah, anda semakin dekat dengan ide utama dari Pak Graham. Sama seperti anda, saya juga sebenarnya mengerti analisis fundamental yang saya lakukan... bisa saja ngawur. Ingat, analisis kita itu sangat bergantung pada asumsi dan aproksimasi. Artinya, jika inputnya berubah sedikit saja, hasil analisisnya ya pasti bakal bergeser juga. Sad but true.

Jadi kalo gitu gimana dong Bung Willy? Apa itu berarti kita lupakan saja analisis fundamental sekarang?

Tenang, Pak. Disinilah Graham memperkenalkan konsep Marjin Aman. Karena tidak ada yang tahu dimana nilai wajar yang paling akurat dari suatu saham, ya sudah, kita konservatif saja, dan ambil nilai wajar yang jauh lebih rendah dari estimasi nilai wajar kita. Misalnya nilai wajar suatu saham kita dapatkan pada level 10 ribu rupiah. Saya harus dengan rendah hati mengakui kalau perhitungan saya bisa saja ngaco, dan lebih aman kalau saya pangkas prediksi nilai wajar saya sebanyak -say- 50%.

Secara praktis, ini berarti saya harus sabar menunggu sahamnya anjlok harganya sampai menyentuh nilai wajar dengan marjin aman sebelum memutuskan membeli. Atau dalam bahasa orang awam, ayo kita borong barangnya pas lagi diskon 50%!

Biar lebih afdol, don't put all your eggs in one basket! Marjin aman memberi kita peluang cuan yang lebih tinggi, tetapi tidak ada jaminan kalau saham dengan marjin aman yang tebal sekalipun tidak akan merugi. Akan lebih aman jika investor membeli beberapa saham yang sedang terdiskon, sehingga peluangnya lebih besar akan ada saham yang bangkit menuju nilai wajarnya yang riil. Ini juga salah satu alasan mengapa Graham sangat menekankan pentingnya diversifikasi dari awal: mirip seperti membeli tiket undian, kita tidak tahu tiket mana yang akan memenangkan jackpot, tetapi peluang kita dapat jackpot tentu akan lebih besar jika kita punya lebih banyak tiket di tangan kan?

Zwaig memberi komentar penutup bab ini dengan menekankan pentingnya aspek psikologis: investor selalu mendapat kesulitan ketika mereka melupakan prinsip investasi mereka karena terbawa nafsu. Seorang investor harus selalu mempertimbangkan aspek fundamental dalam berinvestasi, dan tidak mempersetankannya ketika Tuan Pasar mulai bertingkah yang aneh-aneh!

Ini sebenarnya kembali lagi ke bab 8 tentang Tuan Pasar, dan bagaimana Zwaig mengingatkan bahwa risiko terbesar dari berinvestasi sebenarnya datang dari investornya sendiri. Zwaig bahkan lebih jauh lagi membandingkan ini dengan konsep Taruhan Pascal: sebenarnya Tuhan itu ada atau tidak? Menurut filsuf Prancis Blaise Pascal, kita sebaiknya berpikir dari konsekuensinya.

Anggaplah anda memilih percaya Tuhan itu ada, dan menjalankan hidup selayaknya orang yang saleh dan mengasihi sesama. Ketika anda meninggal dan ternyata Tuhan itu tidak ada, anda mungkin kehilangan beberapa hal yang menyenangkan dari hidup duniawi, tetapi toh anda tidak akan merugi lebih dari itu. Sebaliknya jika anda memilih percaya Tuhan itu tidak ada, dan menjalankan hidup dengan berfoya-foya dalam kenikmatan duniawi yang fana, anda akan berada dalam kesulitan besar ketika anda meninggal dan ternyata Tuhan itu ada....

Kesimpulannya disini, dalam mengambil keputusan di tengah ketidakpastian, yang harus paling utama kita pertimbangkan adalah konsekuensi dari keputusan kita. Kita tidak pernah tahu masa depan. Seorang intelligent investor fokusnya lebih dari sekedar membuat analisis yang tajam. Lebih daripada itu, dia juga harus mempertimbangkan fakta bahwa dia bisa saja salah, karena selalu ada peluang analisis dia akan meleset.

Dengan kata lain, peluang untuk membuat suatu kesalahan dalam berinvestasi tidak akan pernah hilang, dan ini tidak terhindarkan. Akan tetapi, investor memiliki kendali penuh akan konsekuensinya jika dia salah, karena hidup itu adalah soal pilihan. Jika kita kembali ke krismon Indonesia tahun 2008, kita bisa melihat betapa powerfulnya ide marjin aman dari Benjamin Graham. Kelewat yakin saham-saham komoditas akan terus naik dan naik, tak terhitung banyaknya orang terjebak memilih sisi yang salah dari Taruhan Pascal!

When you choose the wrong side of Pascal's Wager, you lose everything....
Sumber: Koran Kontan




Hal yang menarik disini, George Soros, salah satu investor terbesar pada zaman modern pun sampai pada kesimpulan yang sama seperti Benjamin Graham. Ini bukan masalah kita ini benar atau salah, tetapi seberapa banyak kita akan menang ketika kita benar, dan seberapa banyak kita akan kalah ketika kita salah.

http://www.azquotes.com/picture-quotes/quote-it-s-not-whether-you-re-right-or-wrong-that-s-important-but-how-much-money-you-make-george-soros-58-78-51.jpg
Bahkan dengan strategi main saham yang sangat berbeda dari Graham sekalipun, Soros sangat mengerti implikasi dari Taruhan Pascal. Great mind thinks alike.
Sumber: http://www.azquotes.com/quote/587851



Akhirnya kita sampai pada puncak dari pesan moral buku Intelligent Investors: ingatlah untuk selalu mempertimbangkan marjin aman dan diversifikasi dalam berinvestasi! Juga selalu waspada akan ketidakwarasan Tuan Pasar, dan anda akan selamat dari konsekuensi yang fatal ketika anda berada dalam sisi yang salah dari Taruhan Pascal. Segila apa pun tawaran yang dilontarkan Tuan Pasar, seorang investor sejati akan dengan tenang menjawab: "dan yang satu ini pun... pasti akan berlalu."



Ulasan berikutnya adalah bagian Epilog: The Superinvestors of Graham-and-Doddsville, hal 537 – 560. Selamat membaca!